Langsung ke konten utama

Mengajar Dengan Hati



Jaman semakin maju, anak-anak muda juga semakin kreatif. Tapi sayangnya, ada yang memanfaatkan kreativitas mereka itu untuk melakukan hal yang tidak baik. Mencontek, misalnya.

Salah satu bagian yang menyebalkan dari profesi menjadi guru adalah saat menghadapi ujian. Seriusan. Percaya ga percaya, ga cuma murid yang sebel sama ujian, guru pun sebenernya begitu. Kenapa? 

Pertama, bikin soal ujian itu ga gampang, banyak aturan yang cukup ribet dari sekolah/kampus yang harus dipenuhi. Jadi buat kalian murid-murid yang mikir bahwa guru itu kalo bikin soal ujian seenak perut, kalian SALAH BESAR. 

Kedua, meriksa ujian itu...melelahkan. Apalagi kalo meriksa lembar-lembar ujian yang banyak salahnya, wah tangan bisa pegel setengah mati itu corat-coretnya.

Terakhir, mengawas ujian itu bukan pekerjaan yang menyenangkan. Sekali kita ga liat, pasti langsung ada murid yang nyontek.Ga di Indonesia, ga di Tiongkok, sama aja. 

Kenapa SIH harus nyontek? Jaman sekolah dulu, gua akui gua juga PERNAH nyontek, tapi ga sering-sering amat kok, hanya di pelajaran-pelajaran tertentu. Paling sering tuh nyontek rumus matematika/fisika doank, dan biasanya di pelajaran-pelajaran tersebut, hasil nilainya pun tetep ga bagus-bagus amat. 

Menurut pengalaman dan pengamatan gua, motf nyontek itu secara kasar bisa dibagi menjadi dua :
1) Di saat kita telah berusaha tapi kita tetep tidak pede dan tidak menguasai materi yang diujikan
2) Di saat kita ga mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian, karena malas
Dan sedihnya, dari pengalaman gua mengajar di Indo dan di Tiongkok, murid-murid yang nyontek tuh biasanya didasari oleh motif no 2

Cara nyonteknya pun macem-macem. Ada yang klasik dengan cara bisik-bisik atau bikin contekan, ada juga yang dengan cara modern yaitu saling tuker-tukeran jawaban lewat aplikasi chatting, bahkan ada yang murid yang ngaku ma gua kalo mereka punya "grup rahasia" di aplikasi chatting mereka, khusus untuk contek-mencontek.



Tapi apapun motif dan metodenya, yang namanya mencontek itu SALAH. Gua pernah baca suatu hari artikel yang bilang bahwa menurut riset, ditemukan bahwa anak yang sedari muda terbiasa berbohong dan mencontek, setelah dewasanya punya tendensi untuk jadi penipu dan koruptor. Jadi kalau kita membiarkan murid-murid kita mencontek, itu artinya kita sedang membiarkan mereka menjadi calon-calon penipu dan koruptor.

Karena itulah di saat ujian akhir semester minggu lalu, gua berpikir sangat keras, bagaimana caranya mencegah murid-murid mencontek. Setelah berpikir panjang, akhirnya gua mendapat sebuah ilham.

"Bapak harap, ujian hari ini kalian bisa mengerjakan sendiri-sendiri" kata gua kepada murid-murid, sebelum membagikan soal ujian. 
"Nilai itu bukanlah segalanya. Tapi yang menentukan masa depan kalian adalah sikap kalian"

"Kalo kalian lulus nanti, dan misalnya, kemampuan kalian biasa-biasa saja, kalian masih tetap punya banyak peluang dan kesempatan. Tapi, sekali kalian ketahuan berbuat tidak jujur, reputasi kalian bakal hancur dan kalian bakal kesulitan bisa mendapatkan kembali kepercayaan dari perusahaan/klien kalian. Jadi, ayo, mulai sekarang, kita biasakan diri untuk berbuat jujur."

Kemudian gua tulis kata JUJUR besar-besar di papan tulis.

"Saya ga mau kalo di sepanjang ujian ini, saya harus melototin kalian seperti saya melototin pencuri. Jadi ya, saya percaya sama kalian, dan kalian tolong jaga kepercayaan saya"

Setelah ngomong gitu, gua pun duduk di salah satu meja di belakang kelas dan mulai meriksa ujian-ujian yang telah lalu. Dan apa hasilnya? Hari itu gak ada satupun murid-murid yang kelihatan nyontek atau bisik-bisik. Dan waktu gua periksa hasilnya, ga peduli salah atau benar, ga ada satu orangpun yang jawabannya sama.



Ternyata jadi guru itu memang bukan sebuah pekerjaan yang mudah. Karena sebagai seorang guru, kita tidak hanya bertanggung jawab untuk menghasilkan murid-murid yang berprestasi secara akademis, tapi juga harus membuat mereka berakhlak secara moral. Dan kalau kita mau menghasilkan individu-individu yang berbudi pekerti, tidak ada cara yang lebih baik selain lewat teladan dari diri kita sendiri.

Dulu, sepanjang ujian,selalu  gua melototin mereka dengan ketat, seolah-olah gua sangat ketakutan bahwa mereka akan mencontek, dan hasilnya mereka pun mencontek beneran. Kenapa? Karena ada aksi, ada reaksi. Kalau gua sebagai guru pun tidak percaya sama murid-muridnya sendiri, bagaimana mungkin murid-murid gua juga mau percaya sama kemampuan diri mereka sendiri?

Tapi sebaliknya, di saat gua kasih mereka kepercayaan, ternyata mereka bisa menjaga kepercayaan yang gua berikan tersebut. Dan dengan begitu, mereka juga belajar untuk percaya sama kemampuan diri mereka sendiri.

Jadi intinya, murid-murid itu adalah cerminan diri kita para guru. Kalau kita ingin mereka menjadi lebih baik, kita harus mulai dari memperbaiki diri kita sendiri. Kalau murid kita banyak kekurangan, kita gak boleh cuma nyalahin mereka, tapi kita sebagai guru juga harus introspeksi, jangan-jangan metode atau cara penyampaian kita yang kurang baik. Kalau murid-murid susah diatur dan tidak respek sama kita, jangan-jangan itu semua karena kita juga kurang respek sama mereka.

Di saat kita mengajar dengan hati, niscaya murid-murid juga akan belajar dengan sepenuh hati.

Sebenernya ga cuma dalam hal mengajar, dalam hidup juga sama. Di saat kita menghormati orang lain, orang lain juga pasti akan respek sama kita. Di saat kita gigih dan rajin, cepat atau lambat kita pasti akan mendapatkan hasil yang setimpal. Hasil tidak akan mengkhianati usaha.

Bagaimana kalau kita sudah respek sama orang, tapi orangnya tidak respek sama kita? Bagaimana kalau kita sudah rajin, tapi hasil yang kita dapatkan tidak sesuai dengan usaha kita?

Di China ada sebuah pepatah yang berkata
“善有善报,恶有恶报,不是不报,时辰未到”
(Kebaikan pasti akan berbuah kebaikan, keburukan pasti akan berbuah keburukan.
Tidak ada karma yang tidak berbalas, semua akan dibayar pada waktunya)

Gua sih percaya banget sama kalimat di atas, soalnya gua udah mengalami sendiri, berkali-kali.

Tuhan itu maha adil, teman. Kadang Ia tidak memberikan apa yang kita minta, melainkan memberikan apa yang kita butuhkan, di saat kita membutuhkannya.

Jadi, teruslah berusaha, berikan yang terbaik bagi hidupmu dan orang-orang di sekelilingmu. Jangan pernah berhenti untuk belajar dan memperbaiki diri.

Di saat kita memberikan yang terbaik yang kita miliki, alam semesta juga akan memberikan kita yang terbaik.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

How To Survive in Harbin

Berhubung di post yg sebelumnya banyak yg komen soal ketertarikan mereka untuk pergi ke Harbin dan bagaimana cara survive di sana, makanya di post kali ini, sebelum gua lanjutin cerita tentang petualangan gua di Harbin, gua mau cerita dulu tentang bagaimana persiapan gua untuk pergi ke Harbin dan hal2 apa saja yg harus diperhatikan di saat kita akan pergi ke tempat yg temperaturenya jauh di bawah nol seperti Harbin. Semoga tips2 ini berguna bagi temen2 yg berminat untuk pergi ke Harbin, Kutub Utara, Siberia, atau tempat2 super dingin lainnya di dunia, hehehe. Kapan waktu yg baik untuk pergi ke Harbin? Ice and Snow Festival di Harbin tiap tahunnya dimulai pada awal bulan Januari dan berlangsung selama sekitar satu bulan, dan pada umumnya berakhir sebelum Spring Festival / Chinese New Year yg jatuh sekitar awal bulan Februari. Jadi, bulan Januari, adalah saat yg paling tepat untuk pergi ke sana. Tapi inget, bulan Januari adalah bulan PALING DINGIN di Russia dan China Utara. Banyak orang ...

Emotional Flutter 30 Days Blogging Challenge - Closing

Halo semuanyaaaa...aduh sori banget, udah hampir sebulan kaga aktif nulis blog nih. SIBUK BUK BUK... Pulang ke Indo liburan Sin Ciah malah tambah sibuk di rumah, sampe mood nulis blog, nonton film, dll bener2 LENYAP...NYAP...NYAP...wew Sabar ya, tgl 15 Februari nanti gua bakal balik ke Guilin, dan di sana gua pasti kembali aktif nulis, hehehe. Janji deh! Soal Tantangan 30 Hari Nulis Blog ...ternyata gua sendiri GAGAL ngelaksanainnya, mentok sampe hari ke-7 belom lanjut lagi dan tiba-tiba udah lewat waktu deadline lagi...hiks... Draftnya udah sampe hari sekian belas, tapi belom ada yg rampung. Kalo ga ada mood gini memang susah mau menghasilkan tulisan yg bermutu nih. Memang yg namanya berkomitmen itu sulit ya (jadi mikir dua kali, mending nikah atau ngga ya...) Tapi thank you banget ya buat yg udah ikutan, kalo dihitung-hitung total pesertanya lebih dari 70 orang lho! (Ntar daftarnya gua update lagi ya kalo udah sampe China) Oya, so far, ada beberapa orang blogger yg lapor gua bahwa m...

Twenty Eight

Beberapa bulan yg lalu, waktu gua ngucapin selamat ulang tahun ke seorang sahabat yg saat ini umurnya sudah mendekati kepala tiga, gua mendapati bahwa dia tampak tidak begitu bahagia menghadapi hari ulang tahunnya tersebut. Dia bilang, tidak tahu sejak kapan mulainya, tapi ulang tahun kini sudah bukan lagi merupakan sebuah hal yg menyenangkan bagi dia. Buat dia, ulang tahun seolah menjadi sebuah reminder akan satu tahun yg telah berlalu dan juga reminder akan hal-hal yg belum dia capai di usia dia pada saat ini. Ambil contoh misalnya Mark Zuckerberg, sang pendiri Facebook. Dia usia kepala dua, Zuckerberg berhasil menjadi multi-milyuner, sementara sahabat gua ini di usianya yg hampir mendekati kepala tiga, nyicil beli mobil aja belum kesampean. Gua ngerti sih perasaan dia, gua yakin ga cuma sahabat gua seorang yg terkena krisis identitas di saat umur mendekati kepala tiga. Gua yakin di antara temen-temen pembaca sekalian juga banyak yg berpikir begitu...gua pun tidak jauh berbeda. Gua ...