Langsung ke konten utama

Zhen Zhu Nai Cha : Forever (Part 1)


Prologue
The Road Home At Sunset



"Good afternoon passengers. This is your captain speaking. The time is 2:25 pm. We are expecting to land in Beijing in approximately fifteen minutes. The weather in Beijing is clear and sunny, with outside temperature of 25 degrees for this afternoon. Please return your seats and keep your seat belts fastened. Thank you."

"女士们先生们。。。“
Saat pengumuman itu diulang lagi, gua memejamkan mata, mencoba menikmati kata per kata yg diucapkan dalam Bahasa Mandarin tersebut. Udah lama banget rasanya gua tidak berkomunikasi menggunakan bahasa yg satu ini.

"Papa, Papa..." gua tersadar dari lamunan gua saat jemari kecil Xixi mencolek pipi gua.
"Ya, ada apa Xixi?" tanya gua sambil mengucek-ngucek mata, mencoba mengusir rada kantuk.
"Pa, liat itu Pa" kata Xixi sambil menunjuk ke luar jendela pesawat.
Sekilas, di hadapan mata gua terbentang sebuah pemandangan yg sama, dengan pemandangan yg gua lihat 20 tahun yg lalu.

Beijing, terpampang dengan megahnya di balik awan...



Sore itu, Beijing seolah-olah tersenyum menyambut kami. Meskipun udaranya agak dingin, tapi sinar matahari sore menembus lewat sela-sela pepohonan. Angin yang sepoi-sepoi menimbulkan suara gemerisik. Dan sesekali, helai-helai daun yang mulai menguning pun gugur tertiup angin.

Aku menggandeng Xixi berjalan menapaki jalan yang pernah kulalui 20 tahun yang lalu. Bangunan-bangunan tua yang disulap menjadi toko dan kafe-kafe kecil dengan gaya kontemporer membuat Xixi terbengong-bengong. 20 tahun yang lalu, gua pun merasakan hal yang sama pada saat menyusuri daerah Guloudajie ini. Beijing, memang punya cara tersendiri untuk membuat orang jatuh cinta kepadanya.



Tidak terasa, kami sudah berjalan cukup lama. Matahari yang mulai terbenam di ufuk timur membuat suasana menjadi remang-remang. Lampu-lampu pun mulai dinyalakan, dan sekonyong-konyong, sepanjang jalan dihiasi oleh warna-warni yang indah. Langkah gua terhenti di depan sebuah bangunan tua yang sudah disulap menjadi sebuah kedai kopi kecil. Meskipun sudah lama tidak ke sini, tapi gua masih ingat dengan jelas wujud kedai kopi ini dua dasawarsa yang lalu. Cat merah terkelupas di sudut pintu masuknya. Gambar-gambar dan stiket-stiker yang menghiasi dindingnya. Dan tidak lupa, sebuah lonceng kecil yang akan berbunyi setiap ada orang yang membuka pintu.




"Pa..." panggil Xixi sambil menarik-narik lengan jaket kiri gua. Gua berjongkok sebentar untuk menggendong malaikat kecil itu.
"Xixi, kamu tahu gak ini tempat apa?" tanya gua sambil menunjuk ke kedai kopi kecil di hadapan gua itu.
"Restoran?" tanya Xixi. Mungkin dia mulai agak lapar, karena sekarang sudah jam makan malam.
"Ini adalah tempat Papa dulu ketemu dengan Mama untuk pertama kalinya"
"Oh ya?" tanya Xixi terkejut.
"Iya..." kata gua sambil menepis sebuah daun kuning yang tersangkut di rambut Xixi yang hitam bergelombang itu. Warna yang sangat kontras dengan kulit Xixi yang putih, yang kata orang adalah warisan dari pihak Ibunya.
"Xixi mau tau ceritanya?" tanya gua lagi yang disambut dengan anggukan oleh Xixi.
"Waktu itu, Papa datang ke sini untuk beli Zhen Zhu Nai Cha, lalu..."

*TITITITIT - TITITITIT - TITITITIT*


Mei, 2013

Bunyi alarm itu membuat gua terbangun dari mimpi barusan. Bunyi yang selalu membangunkan gua tepat jam 7 pagi setiap harinya, termasuk pada hari Sabtu dan Minggu.

"Maaaaxxx...alarm lu tuh...matiiin" kata gua sambil melempar bantal ke ranjang sebelah. Bantal itu tepat mengenai wajah seorang bule Ukraina yang masih tetap tertidur lelap meskipun alarm barusan berbunyi hanya beberapa cm dari mukanya.

Ya, memang itulah kebiasaan roommate gua yang satu ini. Setiap hari, niatnya mau bangun jam 7 pagi. Mau nyicil nulis thesis, katanya sih. Tapi yang terjadi setiap pagi adalah, alarm dia malah sukses bikin gua terbangun, bukan dia.

*TITITITIT - TITITITIT - TITITITIT*

Suara alarmnya makin lama makin kencang. Gua bangun sambil bersungut-sungut, memandang bule di ranjang sebelah yang tidurnya mirip orang mati ini. Ini orang, udah dilempar bantal kok masih gak bangun juga?
"MAAAXXXX..." teriak gua sambil menendang-nendang kakinya. "TURN. OFF. YOUR. FVCKIN'. ALARM"
"Hmmmmm..." lenguh Max sambil menswipe layar HP nya. Kemudian dia kembali tidur, kali ini posisinya tengkurap.



Gua adalah tipe orang yang susah untuk tidur lagi apabila sudah terbangun. Jadi gua memutuskan untuk turun dari ranjang, dan mengecek HP. Ada dua pesan masuk. Pesan pertama, iklan ga jelas, full Mandarin, udah jelas gak akan gua baca. Pesan kedua...dari Fen.

"Selama bagi" begitu bunyinya. Pesan dikirim 15 menit yang lalu.

Yah, at least dia udah mencoba belajar satu dua patah Bahasa Indonesia. Bagi Fen yang semasa sekolah nilai Bahasa Inggrisnya anjlok, belajar Bahasa Indonesia yang sama-sama menggunakan abjad ABC adalah hal yang sangat sangat teramat sulit. Karena itu, gua memutuskan bahwa gua yang harus lebih rajin belajar Bahasa Mandarin, supaya komunikasi gua dan dia bisa lebih lancar.

"Selamat pagi, sayang" ketik gua dalam Bahasa Mandarin.

Gua tunggu, semenit, dua menit, tiga menit, gak dibales. Ah, mungkin dia lagi sibuk, pikir gua.

Tapi beberapa saat kemudian, HP gua tiba-tiba berbunyi. Fen yang nelpon gua.

"Wei?" ("Wei" adalah "Halo" dalam Bahasa Mandarin, buat yg ga tau)

"Wei? Keven..." sahut Fen dari seberang sana.

"Ya. Ada apa?"

"Aku ada masalah gawat" kata Fen. Suaranya terdengar cemas.

"Kenapa? Ada apa?" gua pun kaget.

Fen terdiam sebentar, kemudian dia berkata dengan suara lirih...




"Aku hamil..."



TO BE CONTINUED



Disclaimer : Kisah Zhen Zhu Nai Cha ini adalah kisah yang ditulis berdasarkan pengalaman pribadi saya, sama sekali bukan fiksi atau rekayasa. Yang saya tulis di sini, setiap kata, setiap kejadian, adalah 90% sesuai kisah aslinya. Kenapa hanya 90%? Karena pada saat kita menulis berdasarkan pengalaman kita pribadi, rasanya tidak mungkin untuk bisa 100% obyektif. Dilarang copas atau menggunakan cerita ini tanpa seijin saya. Terima kasih.

Buat yang ingin tahu kisah lengkapnya, bisa baca kisah-kisah sebelumnya di sini

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Kuliner Khas Tiongkok Yang Wajib Kamu Coba

Kalo denger kata "Chinese Food" , makanan apa sih yang terlintas di otak kalian? Pasti ga jauh-jauh dari Cap Cay, Dim Sum, Bubur Pitan, Ayam Kuluyuk, Nasi Campur, atau Ambokue. Iya kan? Dari kecil gua hobi banget makan Chinese Food, maklum, dari kecil lidah gua memang udah dimanjakan oleh masakan-masakan ala Chinese super enak buatan kakek-nenek dari keluarga bokap dan nyokap. Makanya, waktu gua berangkat kuliah S2 ke China tahun 2012 silam, soal makanan adalah hal yang paling tidak gua khawatirkan. Ah, toh gua keturunan Tionghoa ini, tiap hari harus makan Chinese Food pun gak masalah. Siapa takut? Tapi ternyata gua salah. Ternyata Chinese Food di daratan China BERBEDA JAUH dengan Chinese Food di Indonesia. Seriusan, terlepas dari perbedaan jenis daging yang dipakai (di sini kebanyakan memang pake daging babi), gua menemukan bahwa di China ini jarang banget ada masakan Chinese seperti yang biasa kita temukan di Indonesia. Jangankan Dim Sum, masakan rumah kayak Cap Cay, Ayam

Kopdar Manis Bareng Safira Nys

Minggu lalu, waktu reunian sama temen sekampus, pernah ada satu orang yg nanya ke gua "Ven, lu ngeblog teh rasanya udah lama ya?" "Iya, dari tahun 2010, berarti ga kerasa udah 7 tahun nih gua serius ngeblog" "Kok lu bisa tahan sih? Emang apa serunya ngeblog?" Jawaban dari pertanyaan dia itu ga cukup gua jawab pake satu atau dua kalimat saja. Kalo mau dibahas secara mendetail, mungkin bisa dijadiin tesis setebal 100 halaman bolak balik dan berisi 60.000 kata. Ngeblog itu BANYAK BANGET manfaatnya kalo buat gua. Memang, sampe sekarang gua masih belum bisa punya penghasilan dari ngeblog, tapi ngeblog ngasih gua banyak manfaat yg ga bisa dinilai pake uang. Salah satunya manfaat utama yg mau gua bahas di postingan kali ini adalah...ngeblog ngasih gua kesempatan untuk kenalan dengan banyak orang-orang hebat. Salah satunya adalah...Syifa Safira Shofatunnisa (semoga gua kaga salah nulis namanya) aka Safira Nys , atau biasa gua panggil "Nisa" Gua pertama k

How To Survive in Harbin

Berhubung di post yg sebelumnya banyak yg komen soal ketertarikan mereka untuk pergi ke Harbin dan bagaimana cara survive di sana, makanya di post kali ini, sebelum gua lanjutin cerita tentang petualangan gua di Harbin, gua mau cerita dulu tentang bagaimana persiapan gua untuk pergi ke Harbin dan hal2 apa saja yg harus diperhatikan di saat kita akan pergi ke tempat yg temperaturenya jauh di bawah nol seperti Harbin. Semoga tips2 ini berguna bagi temen2 yg berminat untuk pergi ke Harbin, Kutub Utara, Siberia, atau tempat2 super dingin lainnya di dunia, hehehe. Kapan waktu yg baik untuk pergi ke Harbin? Ice and Snow Festival di Harbin tiap tahunnya dimulai pada awal bulan Januari dan berlangsung selama sekitar satu bulan, dan pada umumnya berakhir sebelum Spring Festival / Chinese New Year yg jatuh sekitar awal bulan Februari. Jadi, bulan Januari, adalah saat yg paling tepat untuk pergi ke sana. Tapi inget, bulan Januari adalah bulan PALING DINGIN di Russia dan China Utara. Banyak orang