Hari ini gua baru nonton sebuah film Korea yang bagus banget, judulnya "The Beauty Inside" (2015)
Film ini berkisah tentang Woo-jin, seorang furniture designer yang punya penyakit aneh di mana ia selalu berubah wujud setiap bangun tidur. Kadang ia berubah wujud jadi pria, kadang jadi wanita, kadang jadi bule, kadang jadi lansia, kadang pula jadi anak kecil. Setiap hari selalu berubah-ubah, beraneka ragam ras dan usia, tidak pernah sama, dan kehidupan seperti ini sudah ia jalani selama bertahun-tahun.
Suatu hari, Woo-jin jatuh cinta kepada Yi-soo, seorang gadis yang bekerja di perusahaan distributor furniturenya. Dapatkah Woo-jin menyampaikan cintanya kepada Yi-soo, meskipun ia selalu muncul dengan wajah baru setiap harinya?
Rating : 10/10
Film yang satu ini memang mempunyai sebuah premis yang unik. Konsep yang diangkat cukup simpel, tetapi menarik. Yang jadi masalah di sini bukan hanya masalah Woo-jin membuat Yi-soo jatuh cinta kepadanya, tapi kalopun mereka jadian, apakah hubungan asmara itu bisa bertahan? Misalnya, apa cewenya ga akan dianggap "murahan" oleh orang-orang di sekitarnya, karena setiap hari selalu ngedate dengan cowo yg berbeda? Pokoknya banyak deh hal-hal menarik dan tidak terduga yang jadi plot twist film ini.
Tapi faktor utama yang bikin gua jatuh cinta sama film ini adalah...karena gua pernah berada di posisi Woo-jin.
Buat temen-temen pembaca yang udah ngikutin blog ini bertahun-tahun, kalian pasti udah gak asing lagi sama kisah-kisah cinta gua. Ya, perjalanan cinta gua sejak dulu sampe sekarang, memang gak pernah berjalan mulus. Dan sepanjang perjalanan itu, udah gak terhitung berapa kali tepatnya gua "berubah wujud"
Kecengan pertama gua waktu SMP bilang bahwa gua orangnya terlalu kaku, kurang fun, dan karena itu pada saat gua suka sama kecengan kedua gua, gua berusaha untuk jadi orang yang humoris dan ramah senyum. Tapi kemudian, ternyata kecengan kedua gua itu menganggap gua sebagai seseorang yang kurang bisa diandalkan, karena gua terlalu banyak cengengesan. Akhirnya, pada saat gua suka sama kecengan gua yang ketiga, gua mencoba untuk lebih tegas dan selalu take the lead, tapi kemudian gua tetep ditolak karena katanya gua kurang romantis, kurang bisa mengerti perasaan cewe, sehingga bikin cewenya ga nyaman karena ngerasa terlalu banyak didikte.
Akhirnya gua berusaha untuk make over lagi, gua berhasil bikin kecengan keempat gua sewaktu SMA jadi pacar gua, karena gua orangnya sangat care dan romantis. Tapi kemudian hubungan itu juga kandas karena keromantisan gua yang berlebihan, membuat cewe gua jadi terlalu terobsesi dan posesif.
Waktu berlalu, dan seiring gua tambah dewasa, gua berusaha menyatukan semua aspek positif yang ada di dalam diri gua. Gua jadi orang yang care, romantis, tapi tegas, dan humoris. Dan gua berhasil. Kecengan kelima gua ngerasa nyamaaannn banget sama gua. Saking nyamannya, gua sama dia sampe udah kayak adik-kakak...dan karena itulah, dia gak mau jadian sama gua, udah terlalu nyaman sebagai sahabat, katanya.
Sewaktu kuliah, gua berusaha lagi berubah untuk jadi lebih baik. Berusaha untuk membuat orang yang gua suka itu nyaman, tapi tetep jaga jarak, supaya ga masuk friendzone. Tapi ternyata ditolak, karena katanya cara PDKT gua kurang bikin greget. Akhirnya gua berubah lagi, make over lagi. Kecengan gua yang berikutnya berhasil gua bikin jungkir balik dengan ide-ide PDKT gua yang kreatif, tapi kemudian gua lagi-lagi ditolak, kali ini katanya karena penampilan fisik gua yang kurang menarik dan kayaknya gua kurang rajin, prospek masa depannya kayaknya kurang oke.
Akhirnya di sela-sela kuliah gua mencoba untuk lebih giat dan lebih aktif dalam berbagai kegiatan, organisasi, dan juga part-time. Gua jadi seseorang yang tidak hanya punya kepribadian menarik, penampilan oke, tapi juga punya visi-misi yang jelas soal masa depan. Tapi kemudian gua ditolak lagi, karena katanya gua terlalu fokus sama diri sendiri, sampe gak ngertiin perasaan orang yang gua sukai itu.
Pusing gak bacanya? Kalo temen-temen bacanya aja pusing, apalagi gua yang ngalamin?
Sampe satu titik, akhirnya gua jatuh terpuruk. Gua krisis identitas, karena saking banyaknya mencoba berubah demi orang lain, gua udah gak tahu sebenernya apa sih yang gua inginkan. Karena terlalu banyak pake topeng, akhirnya gua lupa sama diri gua sendiri.
Gua kalo ngomong selalu berusaha menyenangkan orang lain, sampe gua sendiri gak tahu, sebenernya apa sih yang pengen gua omongin? Gua selalu berusaha menampilkan kualitas-kualitas diri yang menurut gua akan disukai oleh orang yang gua suka, sampe gua sendiri gak jelas, sebenernya gua tuh orangnya kayak gimana? Waktu itu, gua sampe gak inget, kapan terakhir kalinya gua jadi diri gua sendiri?
Tapi ya akhirnya gua berhasil bangkit dari keterpurukan itu. Tahun 2011, gua memulai lembaran baru hidup gua. Jati diri yang sudah hilang memang tidak dapat dipulihkan kembali, semua kegagalan yang sudah terjadi memang tidak bisa diulang kembali, tapi belum terlambat bagi gua untuk memulai sebuah kisah baru. Tahun 2011, gua menulis kisah yang baru, dengan tokoh utamanya adalah gua sendiri, diri gua yang sebenarnya.
Tahun 2011 itu adalah tahun di mana gua mulai serius ngeblog di sini, di Emotional Flutter, dan blog ini adalah saksi sekaligus bukti nyata dari tekad gua untuk berubah, berubah menjadi lebih percaya diri, lebih jujur, dan apa adanya. Kalo di blog yang dulu gua nulisnya dibuat-buat, karena berharap kecengan gua mau baca dan ngerasa kasian sama gua, di blog ini gua nulis apa adanya, sesuai apa yang gua pikirkan dan rasakan.
Yang gua tuliskan di sini semua adalah hasil letupan emosi gua, hasil dari spontanitas gua, makanya gua namain dia : Emotional Flutter. Emosi yang "berkibar-kibar".
Kenapa berkibar-kibar? Karena gua ingin perasaan gua bisa seperti sebuah bendera yang sedang tertiup angin. Meliuk-liuk dengan bebas, mengikuti arus, melambai dan bergoyang dengan lincah. Bak sehelai biji dandelion yang berselancar di udara, luwes, semena-mena, dan apa adanya, ke mana pun yang ia inginkan, mengikuti hembusan angin, tanpa ada yang perlu ditahan atau ditutup-tutupi.
Dan itulah memang yang terjadi setiap kali gua nulis blog. Gua kalo nulis blog, ga pernah bikin kerangka karangan. Ga pernah bikin kotretan, sketsa, atau skema. Semua yang gua tulis di sini adalah kata-kata yang meluncur bebas dari pikiran dan hati gua. Hampir semuanya ditulis sekali jadi. Langsung ditulis dari awal sampai akhir, tanpa disimpen ke draft, tanpa diedit. Waktu finishing pun, gua lebih banyak ngabisin waktu nyari gambar daripada ngedit tulisan.
Gua bukan orang yang seneng nulis ngikutin trend. Gua bukan orang yg peduli sama pageview, keyword, atau SEO. Tapi gua berani jamin, semua yang gua tulis di sini 100% buah pikiran dan emosi gua. Kalo kalian pengen jadi anak gaul, up to date sama gosip atau trend-trend terkini, kayaknya blog ini bukan blog yang tepat untuk kalian baca. Tapi kalo kalian lagi galau, lagi stress, lagi bosen, lagi buntu ide, atau sekedar butuh sesuatu untuk dibaca sambil boker, mungkin tulisan di blog ini bisa menghibur kalian.
Gua juga gak pernah niat jadi motivator. Semua yang gua tulis di sini sebagian besar adalah curhatan, yang di bagian belakangnya suka gua kasih tambahan kata-kata mutiara biar endingnya bagus. Kayak kalo ibaratnya kue/cake, kata-kata motivasi di bagian belakang tuh hanyalah buah cherry nya, hanya pemanis belaka.
Anyway, kembali ke topik utama. Bagaimana dengan kehidupan cinta gua, setelah tahun 2011? Apakah tambah mulus? Oh jelas tidak. Kisah-kisah gua masih tetap tragis (baca : Zhen Zhu Nai Cha), tapi setidaknya sekarang gua udah ga ngerasa krisis identitas lagi.
Sekarang gua sadar, kalo cinta ditolak, itu TIDAK berarti kualitas diri kita masih kurang baik atau tidak layak untuk dicintai, bukan, bukan itu.
Gak ada yang salah sama diri kita, kita cuma belum ketemu orang yang tepat, itu aja sih intinya.
Dan suatu hari, pasti akan tiba saatnya di mana kita akan ketemu seseorang yang bisa nerima kita apa adanya. Seseorang yang mencintai kita seutuhnya, termasuk segala kekurangan dan kebiasaan buruk kita. Seseorang yang menghargai ketidaksempurnaan dan menikmati proses. Seseorang yang tidak menilai kita hanya dari penampilan luarnya saja. Seseorang yang masih akan tetap sayang sama kita meskipun kita suka kentut atau sendawa sembarangan di depan dia.
Someone who can cherish the beauty inside of us.
Komentar
Posting Komentar