Our story so far...
Teman-teman pembaca setia Emotional Flutter tentu sudah tidak asing dengan kisah yg satu ini. Ya kisah ini mungkin adalah kisah cinta paling manis, paling berkesan yg telah membawa perubahan besar di hidup gua. Buat teman-teman pembaca baru blog ini, kalian bisa baca sendiri kisahnya di sini. Pada awalnya kalian akan tertawa, dan kemudian akan meleleh. Gua jamin!
Keterangan : Zhen Zhu Nai Cha = Bubble Milk Tea / Pearl Milk Tea
Buat yg males baca satu-satu, begini ringkasan ceritanya. Gua pertama kali bertemu Fen pada Mei 2011 di Beijing. Waktu itu gua pergi ke China hanya dalam rangka study tour. Gua tidak bisa Bahasa Mandarin sedikitpun, dan Fen juga tidak bisa Bahasa Inggris, tapi meskipun mengalami kendala komunikasi, melawan segala kemungkinan, gua dan Fen menjadi sahabat dan kemudian jatuh cinta dengan satu sama lain.
Setelah beberapa bulan LDRan menggunakan Google Translate, akhirnya di akhir tahun 2011, gua pun memutuskan untuk belajar Bahasa Mandarin. Usaha keras gua berbuah manis, tahun 2012 gua dapet beasiswa sekolah ke China. Gua dan Fen baru bisa bertemu beberapa bulan kemudian, pada awal tahun 2013 di Beijing. Waktu musim dingin dan Beijing lagi dilanda hujan salju. Kita pun resmi berpacaran, di tengah-tengah hujan salju.
Kisah selanjutnya memang belum pernah gua ceritain di blog, tapi sayangnya hubungan gua dan Fen hanya bertahan selama beberapa bulan, pada akhirnya kita pun terpaksa berpisah, di luar keinginan kita. Nanti kapan-kapan gua ceritain kenapa, tapi sampai saat ini, gua masih belum mampu menulisnya. Harap teman-teman pembaca bisa mengerti.
Kisah gua dan Fen memang hanya berlangsung selama dua tahun, tapi kisah ini mengubah gua ke arah yg lebih baik. Membuat gua lebih bijaksana, lebih memahami arti cinta, dan lebih berani dalam mengejar impian gua. Cinta memang bukan segalanya dan putus cinta itu memang menyakitkan, tapi mencintai itu tidak pernah merupakan sebuah kesalahan.
Sekarang gua dan Fen sudah mempunyai kehidupan masing-masing. Kita mungkin tidak bisa saling memiliki, tapi kita masih bisa menjadi alasan satu sama lain untuk tersenyum.
Ini adalah sebuah kisah tentang keabadian cinta dan juga keberanian untuk merelakan.
Selamat membaca!
Part 1
Gua dan Fen berpisah pada bulan Juni 2013, dan setelah itu, kita pun menjalani hidup masing-masing. Fen pulang ke kampung halamannya di Changsha, sementara gua pulang ke Indonesia. Pada awalnya, kita masih saling kontak, dan itu membuat perpisahan ini semakin terasa berat. Tapi meski demikian, gua dan dia tahu, bahwa ini adalah jalan yg kita pilih, satu-satunya jalan yg tersedia untuk gua dan dia pada saat itu.
Setelah gua pergi S2 ke Guilin dan Fen mulai bekerja di Changsha, perlahan-lahan frekuensi komunikasi kita berkurang, hingga akhirnya komunikasi kita putus sama sekali. Mungkin lingkungan yg baru membuat kita lebih mudah untuk move on. Keberadaan Fen seolah-olah berangsur hilang dari kehidupan gua, meskipun selalu ada beberapa hal kecil yg suka bikin gua teringat sama dia. Daun-daun yg berguguran di musim gugur, bunga-bunga yg bermekaran di musim semi, tukang jualan Zhen Zhu Nai Cha, maupun alunan lagu Mandarin yg pernah jadi kesukaan kita berdua.
Ironis ya? Hal-hal yg dulunya selalu membuat gua tersenyum, sekarang malah berubah menjadi hal-hal yg bisa membuat gua bersedih.
Seiring berjalannya waktu, move on itu menjadi lebih mudah. Gua sempat pacaran dengan beberapa orang cewe hingga akhirnya pacaran dengan cewe Thailand yg sampai sekarang menjadi pacar gua, Lily.
Anyway, gua dan Fen mulai menjalin kontak kembali pada bulan Oktober 2014. Saat itu gua lagi stress karena harus mewakili kampus ikut lomba pidato. Waktu tinggal dua hari lagi, tapi naskah pidato gua masih belum diapprove, karena topiknya masih dirasa belum cocok untuk diperdengarkan ke masyarakat internasional. Di tengah kebingungan gua, sekonyong-konyong gua liat Fen update status di Wechat, untuk pertama kalinya setelah sekian tahun menghilang dari social media. Dan saat itu, gua memberanikan diri untuk menyapa dia.
Hari itu, kita mengobrol cukup panjang. Gua cerita soal kuliah gua dan pacar gua, dan dia juga cerita soal pekerjaan dia dan juga tunangan dia. Mungkin karena saat itu Bahasa Mandarin gua sudah lebih baik daripada waktu gua pacaran sama dia dulu, obrolan kita terasa lebih lancar dan lebih mendalam. Kita mengobrol seperti layaknya dua orang sahabat, tanpa mengungkit-ngungkit soal masa lalu. Saat gua cerita ke dia soal lomba pidato, dia bilang ke gua
"Kamu dulu bilang bahwa kisah Zhen Zhu Nai Cha yg kamu tulis di blog berhasil membuat banyak pembaca di Indonesia terinspirasi, kenapa di lomba pidato kali ini, kamu tidak cerita tentang Zhen Zhu Nai Cha juga?"
Gua terdiam sebentar, tapi kemudian gua bilang ke dia
"Aku gak bisa, karena tiap kali teringat soal kita, aku masih merasa sakit"
Jawaban Fen kemudian membuat gua terkejut
"Kamu sakit karena kamu hanya mengingat bagaimana kisah ini berakhir. Tapi kalau kamu pikirkan baik-baik, kisah kita adalah kisah yg indah, kisah yg menginspirasi. Bagaimana dua orang seperti kita, di luar segala kemungkinan, bisa saling bertemu dan jatuh cinta. Bagaimana kita tegar menghadapi yg namanya jarak dan juga perbedaan. Jangan biarkan satu noda kecil merusak segalanya."
Gua diem. Ga bisa ngomong apa-apa.
"Semua yg terjadi pada kita adalah sebuah kenyataan, sebuah kebetulan yg indah. Tapi di luar itu, semua itu bisa terjadi karena usaha kita berdua. Walaupun pada akhirnya kita tidak bisa bersama, tapi mencintai kamu adalah hal terindah yg pernah terjadi di dalam hidupku. Aku juga berharap, bahwa setiap kamu mengingat aku, kamu dapat mengingat segalanya dengan senyuman" kata Fen, melanjutkan.
Malam itu, gua gak tidur. Gua nulis naskah pidato sampai pagi, dan besok paginya, gua bawa naskah tersebut untuk diperiksa oleh Laoshi pembimbing gua. Laoshi gua tersenyum membaca naskah gua dan setelah melalui sebuah perbaikan kecil, naskah itu pun siap untuk dipakai.
Hari berikutnya, gua berdiri di atas panggung, di hadapan ratusan orang dari berbagai negara, dan gua bercerita dengan lancar.
"Bagaimana belajar Mandarin dapat mengubah hidup saya? Semua kisah ini dimulai dari segelas Zhen Zhu Nai Cha..."
Awalnya para penonton tertawa terbahak-bahak, tapi menjelang akhir pidato, beberapa dari mereka tampak mengusap air mata. Dan karena gua udah punya pacar, gua tau bahwa gua ga boleh hanya cerita tentang Fen. Di akhir pidato, gua undang Lily naik ke atas panggung, dan gua bilang sama penonton :
"Dan pada akhirnya, Bahasa Mandarin membuat saya mampu bertemu dengan SOULMATE saya..."
Hari itu, gua gagal meraih juara 1, tapi penghargaan yg gua dapatkan, melebihi hadiah utama lomba tersebut. Semenjak hari itu, orang-orang di kampus semuanya kenal sama gua dan Lily, termasuk para guru dan juga petinggi kampus. Bahkan ada beberapa orang Laoshi yg bilang ke gua bahwa mereka sering menggunakan kisah "Zhen Zhu Nai Cha" untuk memotivasi murid-murid di kelasnya supaya giat belajar Mandarin.
Pernah suatu kali, gua lagi jalan di jalanan dekat kampus, melewati sebuah toko minuman. Di sana gua melihat seorang bule yg tampaknya sedang berusaha membeli minuman dengan bahasa Mandarin yg kacau balau. Gua samperin dia dan gua tanya dia dengan Bahasa Inggris, dia mau beli apa. Bule itu tersenyum dan bilang ke gua, "I want Zhen Zhu Nai Cha!"
Setelah berhasil beli Zhen Zhu Nai Cha, gua jalan bareng si bule menuju kampus sambil ngobrol. Si bule ini cerita ke gua bahwa pada awalnya, dia datang ke China itu karena terpaksa, demi memenuhi kewajiban pelajaran elektif Bahasa Mandarin di kampus dia. Dia males-malesan dan jarang masuk kelas. Tapi tadi pagi, kebetulan Laoshi di kelas dia cerita soal kisah cinta seorang murid asing dan seorang cewe Chinese yg berawal dari Zhen Zhu Nai Cha. Dan kisah itu membuat dia sangat terinspirasi, makanya hari itu dia pun nekad pergi sendiri ke toko dan mencoba membeli Zhen Zhu Nai Cha. Gua hanya senyum mendengarnya, tanpa pernah bilang ke dia, bahwa kisah itu adalah kisah tentang gua.
Kawan, dalam hidup ini kita tidak akan pernah bebas dari yg namanya rasa sakit dan juga kehilangan. Tapi jangan biarkan rasa sakit itu membuat hidupmu menjadi pahit. Setiap orang datang ke hidup kita untuk sebuah alasan, dan ketika mereka pergi, sebagian dari diri mereka akan tetap membekas, menjadi bagian dari hidup kita. Kita jangan hanya mengingat-ingat rasa sakitnya, tapi ingat juga pelajaran hidup yg kita dapatkan dari pengalaman tersebut. Dan jadikan semua itu, sebagai motivasi supaya diri kita dapat menjadi lebih dan lebih baik lagi.
Cerita gua dan Fen berawal dari sebuah hal yg simpel, segelas Zhen Zhu Nai Cha. Tapi meskipun hubungan gua dan dia berakhir, kisah kita tidak mati sampai di situ. Cinta itu abadi. Ia tidak lekang ditelan waktu, jarak, maupun status. Begitu pula dengan kisah gua dan Fen. Meskipun bukan sebagai pacar, tapi gua dan Fen masih bisa saling mendukung sebagai sahabat, layaknya segelas Zhen Zhu Nai Cha di penghujung hari. Rasa manisnya, kehangatannya, selalu menyertai langkah gua, menjadi bagian dari hidup gua.
Dan ga peduli seberat apapun rintangan yg gua hadapi, gua akan terus semangat menghadapi hidup, ini, supaya gua juga bisa terus membagikan rasa manis dan kehangatan Zhen Zhu Nai Cha kepada orang-orang di sekitar gua.
Gua harap, kisah-kisah yg gua bagikan di blog ini juga bisa menjadi segelas Zhen Zhu Nai Cha bagi teman-teman pembaca sekalian =)
(To be continued, kapan-kapan)
Teman-teman pembaca setia Emotional Flutter tentu sudah tidak asing dengan kisah yg satu ini. Ya kisah ini mungkin adalah kisah cinta paling manis, paling berkesan yg telah membawa perubahan besar di hidup gua. Buat teman-teman pembaca baru blog ini, kalian bisa baca sendiri kisahnya di sini. Pada awalnya kalian akan tertawa, dan kemudian akan meleleh. Gua jamin!
Keterangan : Zhen Zhu Nai Cha = Bubble Milk Tea / Pearl Milk Tea
Buat yg males baca satu-satu, begini ringkasan ceritanya. Gua pertama kali bertemu Fen pada Mei 2011 di Beijing. Waktu itu gua pergi ke China hanya dalam rangka study tour. Gua tidak bisa Bahasa Mandarin sedikitpun, dan Fen juga tidak bisa Bahasa Inggris, tapi meskipun mengalami kendala komunikasi, melawan segala kemungkinan, gua dan Fen menjadi sahabat dan kemudian jatuh cinta dengan satu sama lain.
Setelah beberapa bulan LDRan menggunakan Google Translate, akhirnya di akhir tahun 2011, gua pun memutuskan untuk belajar Bahasa Mandarin. Usaha keras gua berbuah manis, tahun 2012 gua dapet beasiswa sekolah ke China. Gua dan Fen baru bisa bertemu beberapa bulan kemudian, pada awal tahun 2013 di Beijing. Waktu musim dingin dan Beijing lagi dilanda hujan salju. Kita pun resmi berpacaran, di tengah-tengah hujan salju.
Kisah selanjutnya memang belum pernah gua ceritain di blog, tapi sayangnya hubungan gua dan Fen hanya bertahan selama beberapa bulan, pada akhirnya kita pun terpaksa berpisah, di luar keinginan kita. Nanti kapan-kapan gua ceritain kenapa, tapi sampai saat ini, gua masih belum mampu menulisnya. Harap teman-teman pembaca bisa mengerti.
Kisah gua dan Fen memang hanya berlangsung selama dua tahun, tapi kisah ini mengubah gua ke arah yg lebih baik. Membuat gua lebih bijaksana, lebih memahami arti cinta, dan lebih berani dalam mengejar impian gua. Cinta memang bukan segalanya dan putus cinta itu memang menyakitkan, tapi mencintai itu tidak pernah merupakan sebuah kesalahan.
Sekarang gua dan Fen sudah mempunyai kehidupan masing-masing. Kita mungkin tidak bisa saling memiliki, tapi kita masih bisa menjadi alasan satu sama lain untuk tersenyum.
Ini adalah sebuah kisah tentang keabadian cinta dan juga keberanian untuk merelakan.
Selamat membaca!
Part 1
Though nobody can go back and make a new beginning... Anyone can start over and make a new ending.
Gua dan Fen berpisah pada bulan Juni 2013, dan setelah itu, kita pun menjalani hidup masing-masing. Fen pulang ke kampung halamannya di Changsha, sementara gua pulang ke Indonesia. Pada awalnya, kita masih saling kontak, dan itu membuat perpisahan ini semakin terasa berat. Tapi meski demikian, gua dan dia tahu, bahwa ini adalah jalan yg kita pilih, satu-satunya jalan yg tersedia untuk gua dan dia pada saat itu.
Setelah gua pergi S2 ke Guilin dan Fen mulai bekerja di Changsha, perlahan-lahan frekuensi komunikasi kita berkurang, hingga akhirnya komunikasi kita putus sama sekali. Mungkin lingkungan yg baru membuat kita lebih mudah untuk move on. Keberadaan Fen seolah-olah berangsur hilang dari kehidupan gua, meskipun selalu ada beberapa hal kecil yg suka bikin gua teringat sama dia. Daun-daun yg berguguran di musim gugur, bunga-bunga yg bermekaran di musim semi, tukang jualan Zhen Zhu Nai Cha, maupun alunan lagu Mandarin yg pernah jadi kesukaan kita berdua.
Ironis ya? Hal-hal yg dulunya selalu membuat gua tersenyum, sekarang malah berubah menjadi hal-hal yg bisa membuat gua bersedih.
Seiring berjalannya waktu, move on itu menjadi lebih mudah. Gua sempat pacaran dengan beberapa orang cewe hingga akhirnya pacaran dengan cewe Thailand yg sampai sekarang menjadi pacar gua, Lily.
Anyway, gua dan Fen mulai menjalin kontak kembali pada bulan Oktober 2014. Saat itu gua lagi stress karena harus mewakili kampus ikut lomba pidato. Waktu tinggal dua hari lagi, tapi naskah pidato gua masih belum diapprove, karena topiknya masih dirasa belum cocok untuk diperdengarkan ke masyarakat internasional. Di tengah kebingungan gua, sekonyong-konyong gua liat Fen update status di Wechat, untuk pertama kalinya setelah sekian tahun menghilang dari social media. Dan saat itu, gua memberanikan diri untuk menyapa dia.
Hari itu, kita mengobrol cukup panjang. Gua cerita soal kuliah gua dan pacar gua, dan dia juga cerita soal pekerjaan dia dan juga tunangan dia. Mungkin karena saat itu Bahasa Mandarin gua sudah lebih baik daripada waktu gua pacaran sama dia dulu, obrolan kita terasa lebih lancar dan lebih mendalam. Kita mengobrol seperti layaknya dua orang sahabat, tanpa mengungkit-ngungkit soal masa lalu. Saat gua cerita ke dia soal lomba pidato, dia bilang ke gua
"Kamu dulu bilang bahwa kisah Zhen Zhu Nai Cha yg kamu tulis di blog berhasil membuat banyak pembaca di Indonesia terinspirasi, kenapa di lomba pidato kali ini, kamu tidak cerita tentang Zhen Zhu Nai Cha juga?"
Gua terdiam sebentar, tapi kemudian gua bilang ke dia
"Aku gak bisa, karena tiap kali teringat soal kita, aku masih merasa sakit"
Jawaban Fen kemudian membuat gua terkejut
"Kamu sakit karena kamu hanya mengingat bagaimana kisah ini berakhir. Tapi kalau kamu pikirkan baik-baik, kisah kita adalah kisah yg indah, kisah yg menginspirasi. Bagaimana dua orang seperti kita, di luar segala kemungkinan, bisa saling bertemu dan jatuh cinta. Bagaimana kita tegar menghadapi yg namanya jarak dan juga perbedaan. Jangan biarkan satu noda kecil merusak segalanya."
Gua diem. Ga bisa ngomong apa-apa.
"Semua yg terjadi pada kita adalah sebuah kenyataan, sebuah kebetulan yg indah. Tapi di luar itu, semua itu bisa terjadi karena usaha kita berdua. Walaupun pada akhirnya kita tidak bisa bersama, tapi mencintai kamu adalah hal terindah yg pernah terjadi di dalam hidupku. Aku juga berharap, bahwa setiap kamu mengingat aku, kamu dapat mengingat segalanya dengan senyuman" kata Fen, melanjutkan.
Happiness is not the absence of problems, it's the ability to deal with them.
Malam itu, gua gak tidur. Gua nulis naskah pidato sampai pagi, dan besok paginya, gua bawa naskah tersebut untuk diperiksa oleh Laoshi pembimbing gua. Laoshi gua tersenyum membaca naskah gua dan setelah melalui sebuah perbaikan kecil, naskah itu pun siap untuk dipakai.
Hari berikutnya, gua berdiri di atas panggung, di hadapan ratusan orang dari berbagai negara, dan gua bercerita dengan lancar.
"Bagaimana belajar Mandarin dapat mengubah hidup saya? Semua kisah ini dimulai dari segelas Zhen Zhu Nai Cha..."
Awalnya para penonton tertawa terbahak-bahak, tapi menjelang akhir pidato, beberapa dari mereka tampak mengusap air mata. Dan karena gua udah punya pacar, gua tau bahwa gua ga boleh hanya cerita tentang Fen. Di akhir pidato, gua undang Lily naik ke atas panggung, dan gua bilang sama penonton :
"Dan pada akhirnya, Bahasa Mandarin membuat saya mampu bertemu dengan SOULMATE saya..."
Hari itu, gua gagal meraih juara 1, tapi penghargaan yg gua dapatkan, melebihi hadiah utama lomba tersebut. Semenjak hari itu, orang-orang di kampus semuanya kenal sama gua dan Lily, termasuk para guru dan juga petinggi kampus. Bahkan ada beberapa orang Laoshi yg bilang ke gua bahwa mereka sering menggunakan kisah "Zhen Zhu Nai Cha" untuk memotivasi murid-murid di kelasnya supaya giat belajar Mandarin.
Pernah suatu kali, gua lagi jalan di jalanan dekat kampus, melewati sebuah toko minuman. Di sana gua melihat seorang bule yg tampaknya sedang berusaha membeli minuman dengan bahasa Mandarin yg kacau balau. Gua samperin dia dan gua tanya dia dengan Bahasa Inggris, dia mau beli apa. Bule itu tersenyum dan bilang ke gua, "I want Zhen Zhu Nai Cha!"
Setelah berhasil beli Zhen Zhu Nai Cha, gua jalan bareng si bule menuju kampus sambil ngobrol. Si bule ini cerita ke gua bahwa pada awalnya, dia datang ke China itu karena terpaksa, demi memenuhi kewajiban pelajaran elektif Bahasa Mandarin di kampus dia. Dia males-malesan dan jarang masuk kelas. Tapi tadi pagi, kebetulan Laoshi di kelas dia cerita soal kisah cinta seorang murid asing dan seorang cewe Chinese yg berawal dari Zhen Zhu Nai Cha. Dan kisah itu membuat dia sangat terinspirasi, makanya hari itu dia pun nekad pergi sendiri ke toko dan mencoba membeli Zhen Zhu Nai Cha. Gua hanya senyum mendengarnya, tanpa pernah bilang ke dia, bahwa kisah itu adalah kisah tentang gua.
Letting go means to come to the realization that some people are a part of your history, but not a part of your destiny.
Kawan, dalam hidup ini kita tidak akan pernah bebas dari yg namanya rasa sakit dan juga kehilangan. Tapi jangan biarkan rasa sakit itu membuat hidupmu menjadi pahit. Setiap orang datang ke hidup kita untuk sebuah alasan, dan ketika mereka pergi, sebagian dari diri mereka akan tetap membekas, menjadi bagian dari hidup kita. Kita jangan hanya mengingat-ingat rasa sakitnya, tapi ingat juga pelajaran hidup yg kita dapatkan dari pengalaman tersebut. Dan jadikan semua itu, sebagai motivasi supaya diri kita dapat menjadi lebih dan lebih baik lagi.
Cerita gua dan Fen berawal dari sebuah hal yg simpel, segelas Zhen Zhu Nai Cha. Tapi meskipun hubungan gua dan dia berakhir, kisah kita tidak mati sampai di situ. Cinta itu abadi. Ia tidak lekang ditelan waktu, jarak, maupun status. Begitu pula dengan kisah gua dan Fen. Meskipun bukan sebagai pacar, tapi gua dan Fen masih bisa saling mendukung sebagai sahabat, layaknya segelas Zhen Zhu Nai Cha di penghujung hari. Rasa manisnya, kehangatannya, selalu menyertai langkah gua, menjadi bagian dari hidup gua.
Dan ga peduli seberat apapun rintangan yg gua hadapi, gua akan terus semangat menghadapi hidup, ini, supaya gua juga bisa terus membagikan rasa manis dan kehangatan Zhen Zhu Nai Cha kepada orang-orang di sekitar gua.
Gua harap, kisah-kisah yg gua bagikan di blog ini juga bisa menjadi segelas Zhen Zhu Nai Cha bagi teman-teman pembaca sekalian =)
(To be continued, kapan-kapan)
When I let go of what I am, I become what I might be. When I let go of what I have, I receive what I need.
–Lao Tzu
Komentar
Posting Komentar