Langsung ke konten utama

Di Ujung Jalan Itu


Temen-temen pembaca, kalian ada yg masih suka kontak sama mantan ga?

Banyak orang yg bilang bahwa dua orang yg pernah saling mencintai itu tidak akan pernah bisa menjadi teman, menurut kalian bener ga sih?

Gua mungkin adalah salah seorang yg tidak setuju dengan pernyataan di atas, karena itulah, sampai sekarang gua masih membina hubungan baik dengan mantan-mantan gua. Untungnya mantan gua ga banyak, cuma ada EMPAT, bayangin kalo ada 40...wihhh...bisa kurus gua kayaknya (kurus dompetnya, bukan perutnya wkwkwk).

Anyway, berteman dengan mantan itu bukan hal yg mudah, tapi dalam kebanyakan kasus, gua yg inisiatif untuk rekonsiliasi duluan. Gua kubur dalam-dalam perasaan gua dan gua bikin mereka nyaman ngobrol sama gua tanpa bawa-bawa perasaan atau masa lalu...dan pada akhirnya, gua bisa dengan bangga bilang...saat ini semua mantan gua adalah sahabat gua.

Di antara keempat mantan di atas, ada satu orang yg paling berkesan buat gua. Lina, mantan gua sewaktu SMA. Gua pacaran sama dia waktunya paling lama (13 bulan kurang 4 hari cuy, not bad) dibandingin dengan mantan-mantan yg lain, dan karena itulah bisa dibilang, gua juga dulu paling sayang sama dia.

Nah Lina ini bisa dibilang adalah mantan yg paling inisiatif ngajakin gua ngobrol, meskipun kita jarang ketemu face to face. Ngobrolin apa sih? Soal kuliah, kerjaan, dan juga...cowonya dia. Oke, pada umumnya orang mungkin bakal bete kalo dengerin mantan curhat soal pacarnya, tapi tidak dalam kasus gua. Berhubung gua udah kubur dalam-dalam perasaan gua, gua udah kebal sama yg kayak gituan. Malah gua pernah dua kali bantuin Lina putus sama cowonya. Lho? Lho? Kita simpen ceritanya untuk di lain waktu ya wkwkwk.

Yah, intinya, hubungan gua dan dia memang special. Gua sayang dia, dia sayang gua, tapi kita tau bahwa kita berdua kalo disatuin itu ga cocok, jadi ya kita saling menyayangi dan saling peduli tanpa bawa-bawa perasaan. Dia berusaha cari cowo, gua juga berusaha cari cewe. Dan kalo salah satu dari kita jadian, kita ga akan saling sakit hati. Platonic, bahasa kerennya sih.



Buat gua sendiri, Lina itu adalah tipe pacar ideal gua. Gua pengen kalo suatu hari punya pacar, pacar gua itu minimal bisa sebaik dia, tapi bukan dia. Pusing ya? Emang. Tapi intinya, Lina adalah pacar terbaik yg pernah gua punya, dan siapapun yg gua pacari setelah dia, di bawah sadar gua akan selalu ngebandingin pacar baru gua itu sama Lina.

Di bawah sadar, gua terus mencari seseorang yg bisa kasih gua perasaan yg sama seperti yg gua alami sama Lina, dan karena itulah, gua ga bisa mencintai dengan 100%, seperti pada saat gua mencintai Lina. Mungkin itulah sebabnya semenjak putus sama Lina, gua terus menerus gagal PDKT sama cewe sampe ngejomblo 9 tahun. Anyway tahun 2011 akhirnya gua sadar dan gua berhenti untuk mencari sosok Lina di dalam diri kecengan gua, dan pada tahun 2013, akhirnya gua ketemu sama soulmate gua, sampai hari ini.

Anyway, semenjak gua jadian sama pacar gua yg sekarang (who I believe to be my soulmate), gua dan Lina makin jarang kontak. Apalagi gua sibuk kuliah di China, dan Lina sibuk meniti karir di Indonesia. Hanya sesekali aja dia laporan ke gua kalo ada peristiwa-peristiwa penting dalam hidupnya seperti jadian, putus, atau operasi usus buntu.

Semuanya berjalan seperti itu hingga beberapa bulan yg lalu, Lina tiba-tiba bilang sama gua kalo akhir tahun ini dia bakal nikah dan dia ngundang gua untuk hadir. Reaksi pertama gua...ohhhh...biasa aja. Tapi pelan-pelan, gua mulai ngerasa agak galau. Temen-temen pembaca pernah ada yg menghadiri nikahan mantan ga? Gimana sih rasanya? Gua gak tau tapi gua deg-degan banget, sumpah. Kalo waktu misa pemberkatan nikah, gua tiba-tiba melompat naik ke altar dan nantangin calon suaminya Lina duel sampai mati pake lilin raksasa di altar gereja, gimana donk?

Untungnya (atau sialnya), ternyata tanggal nikahan Lina bentrok sama tanggal kuliah gua. Gua ga bisa hadir di pernikahan dia. Lina sedikit kecewa mendengarnya, tapi ya dia juga ga maksa gua. Gua pribadi campur aduk antara senang atau sedih ga bisa datang ke nikahan dia. Senang, karena gua ga usah liat dia disahkan menjadi milik orang lain. Sedih, karena gua ga bisa hadir di momen paling bahagia di dalam hidupnya.

Anyway, beberapa bulan berlalu, dan gua pun pulang ke Bandung untuk liburan + magang. Semenjak gua pulang ke Bandung, Lina sering ngajak gua ketemuan, tapi waktu kita ga pernah pas. Hingga sore ini, mendadak gua ada waktu kosong. Gua kontak Lina dan kita pun ketemuan di sebuah cafe di dekat mantan sekolah kita dulu. Tiga tahun ga pernah bertatap muka sama dia, kesan pertama gua saat ketemu dia adalah...wow, wanginya masih sama kayak dulu.

Gua duduk berhadapan sama dia. Sama sekali ga ada perasaan awkward, seolah kita hanyalah dua orang sahabat yg saling melepas kangen. Lina banyak cerita soal hidup dia mulai dari kerja sampai persiapan perkawinan. Gua, seperti waktu kita masih jadian dulu, banyak jadi pendengar dan sesekali merespon cerita dia. Ngobrol sama Lina, dua jam terasa sangat cepat. Sebelum pulang, gua dan dia foto bareng. Pada saat mau foto, gua pun duduk di samping dia. Wangi badan dia semakin jelas tercium dan gua mulai agak salah tingkah.

Seusai foto, dia tiba-tiba memegang lengan gua, dan sambil cemberut, dia ngomong ke gua.
"Lu beneran ga bisa dateng ya ke wedding gua?"
Gua menoleh ke arah dia dan mata kita berdua saling bertemu.

Seketika itu seperti ada aliran listrik yg menyengat dada gua. Pikiran gua seolah melayang dan dalam sepersekian detik itu, gua melihat bayangan gua dan dia sebelas tahun silam. Kita masih pake baju SMA putih abu-abu, dan sedang berpelukan di halaman tempat kost dia. Samar-samar, gua masih bisa denger panggilan sayang yg sering kita bisikkan ke telinga satu sama lain pada saat berpelukan. Dan lagu kenangan kita berdua pun terngiang di telinga gua.

"If I had to live my life without you near me...the days would all be empty...the night would seems so long..."

Hanya sepersekian detik, tetapi ingin rasanya gua membekukan waktu, supaya bisa selamanya tinggal di dalam memori itu. Mata gua berkaca-kaca, begitu pula dengan mata Lina. Mungkin karena dia sudah ngantuk, atau mungkin juga, selama sepersekian detik itu, batin kita berdua sama-sama kembali ke masa putih abu-abu.

Sepulang makan, gua bonceng dia naik motor ke kostnya. Kebetulan dia saat ini juga tinggal di daerah dekat mantan sekolah kita dulu dan otomatis, malam itu kita berdua melewati jalan perumahan yg dulu sering kita lewati sambil bergandengan tangan pada saat masih pacaran dulu. Gua dan dia tidak banyak berbicara, hanya ada hening yg berbahasa.

"Gua doain semoga segalanya lancar ya. Gua percaya bahwa dia memang yg terbaik buat lu, Lin. Lu juga harus percaya itu." kata-kata itu mendadak meluncur dari mulut gua, pada saat kita sudah hampir sampai di kostnya.
"Iya, gua juga berharap begitu" kata Lina.
"Setiap kali gua berpikir tentang lu dan gua, gua hanya bisa bersyukur Tuhan udah kasih lu jadi bagian dari hidup gua. Dan gua juga bersyukur bahwa semasa pacaran dulu, kita bisa mengawali dan mengakhirinya dengan baik-baik, tanpa penyesalan." Lina terdiam mendengar kata-kata gua, tapi gua bisa merasakan genggaman dia di bahu gua sedikit mengeras.

"Lu dan gua, kita bagaikan burung di udara dan ikan di laut. " kata gua melanjutkan.
"Hanya bisa saling menatap, tapi tidak bisa bersatu... Semoga di kehidupan yg lain kita masih bisa ketemu lagi ya, Lin." kata gua sok keren, ngikutin adegan di film You Are The Apple of My Eye.
"Hehehe, tapi kita kan bukan agama Buddha! Mana mungkin bisa reinkarnasi!" kata Lina sambil cekikikan.
"Ya siapa tau aja..." percakapan kita pun berakhir denga garink, sama sekali ga ada romantisnya.

Anyway, gua berdiri di ujung jalan itu, menatap Lina dari kejauhan hingga ia menghilang di balik pintu kostnya, dan kemudian gua memacu motor gua, perlahan, melewati jalan-jalan penuh kenangan di sekitar mantan sekolah kita yg dulu. Lagu kenangan kita berdua pun kembali terngiang di kepala gua...



Di buku terbarunya, gua inget Raditya Dika pernah menulis tentang bagaimana perasaan dia pada saat bertemu dengan mantannya yg ia ibaratkan sebagai seekor "Koala Kumal". Mantan ibaratnya adalah sebuah tempat nyaman yang kita tinggalkan, lalu ketika kita kembali lagi.. kok tempatnya jadi beda. Tapi bukan itu yg terjadi pada gua pada saat bertemu Lina malam ini.

Sepanjang dua jam yg gua lalui bersama Lina, gua sedikitpun tidak ingat alasan apa yg dulu bikin hubungan gua dan dia kandas. Gua ga inget alasan apa yg sering bikin kita ribut atau sifat-sifat nyebelin dia yg sering bikin gua jungkir balik ala Naruto salah minum obat. Gua juga ga ngerasa kalo dia udah berubah dan ga sama kayak dia yg dulu. Ngga, sama sekali ga ada momen "Koala Kumal" di pertemuan gua dan dia malam ini. Yg gua ingat hanyalah alasan-alasan kenapa gua dulu menyayangi dia, momen-momen indah yg pernah kita lalui bersama, dan juga sebuah kesadaran serta rasa syukur bahwa Lina sudah jadi sebuah bagian terindah di dalam masa SMA gua.

Cinta, beserta segala suka dukanya, membuat gua tumbuh menjadi pribadi yg lebih tangguh, lebih dewasa dan lebih bijaksana daripada sebelumnya. Mencintai dan juga kehilangan, membuat gua lebih mampu bersyukur dan juga menghargai segala anugerah yg ada di dalam hidup gua. 

Gua semakin cepat memacu motor gua melewati jalan penuh kenangan ini. Segala bayangan akan masa putih abu-abu...janji-janji cinta yg pernah kita ucapkan dulu...wangi badan Lina...manis bibirnya...hangat pelukannya...terngiang selama beberapa saat...dan perlahan...memudar...menghilang...sirna... bersama dengan butir air mata yg jatuh di pelupuk mata gua.

Di ujung jalan itu, kisah gua dan Lina...berakhir sudah...


Selamat tinggal...

...kenangan




In the end, gua masih ga tau gimana rasanya menghadiri nikahan mantan. Mungkin suatu hari nanti gua bakal tau gimana rasanya. Tapi satu hal yg gua pelajari malam ini...gua ga mau nambah mantan lagi. 

Seringkali kita kurang menghargai apa yg kita miliki, dan kemudian menyesali setelah kita kehilangan. Gua ga mau kehilangan lagi...Gua bakal lebih giat berjuang, supaya pacar gua yg sekarang, adalah yg terakhir buat gua...






Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Kuliner Khas Tiongkok Yang Wajib Kamu Coba

Kalo denger kata "Chinese Food" , makanan apa sih yang terlintas di otak kalian? Pasti ga jauh-jauh dari Cap Cay, Dim Sum, Bubur Pitan, Ayam Kuluyuk, Nasi Campur, atau Ambokue. Iya kan? Dari kecil gua hobi banget makan Chinese Food, maklum, dari kecil lidah gua memang udah dimanjakan oleh masakan-masakan ala Chinese super enak buatan kakek-nenek dari keluarga bokap dan nyokap. Makanya, waktu gua berangkat kuliah S2 ke China tahun 2012 silam, soal makanan adalah hal yang paling tidak gua khawatirkan. Ah, toh gua keturunan Tionghoa ini, tiap hari harus makan Chinese Food pun gak masalah. Siapa takut? Tapi ternyata gua salah. Ternyata Chinese Food di daratan China BERBEDA JAUH dengan Chinese Food di Indonesia. Seriusan, terlepas dari perbedaan jenis daging yang dipakai (di sini kebanyakan memang pake daging babi), gua menemukan bahwa di China ini jarang banget ada masakan Chinese seperti yang biasa kita temukan di Indonesia. Jangankan Dim Sum, masakan rumah kayak Cap Cay, Ayam

Kopdar Manis Bareng Safira Nys

Minggu lalu, waktu reunian sama temen sekampus, pernah ada satu orang yg nanya ke gua "Ven, lu ngeblog teh rasanya udah lama ya?" "Iya, dari tahun 2010, berarti ga kerasa udah 7 tahun nih gua serius ngeblog" "Kok lu bisa tahan sih? Emang apa serunya ngeblog?" Jawaban dari pertanyaan dia itu ga cukup gua jawab pake satu atau dua kalimat saja. Kalo mau dibahas secara mendetail, mungkin bisa dijadiin tesis setebal 100 halaman bolak balik dan berisi 60.000 kata. Ngeblog itu BANYAK BANGET manfaatnya kalo buat gua. Memang, sampe sekarang gua masih belum bisa punya penghasilan dari ngeblog, tapi ngeblog ngasih gua banyak manfaat yg ga bisa dinilai pake uang. Salah satunya manfaat utama yg mau gua bahas di postingan kali ini adalah...ngeblog ngasih gua kesempatan untuk kenalan dengan banyak orang-orang hebat. Salah satunya adalah...Syifa Safira Shofatunnisa (semoga gua kaga salah nulis namanya) aka Safira Nys , atau biasa gua panggil "Nisa" Gua pertama k

How To Survive in Harbin

Berhubung di post yg sebelumnya banyak yg komen soal ketertarikan mereka untuk pergi ke Harbin dan bagaimana cara survive di sana, makanya di post kali ini, sebelum gua lanjutin cerita tentang petualangan gua di Harbin, gua mau cerita dulu tentang bagaimana persiapan gua untuk pergi ke Harbin dan hal2 apa saja yg harus diperhatikan di saat kita akan pergi ke tempat yg temperaturenya jauh di bawah nol seperti Harbin. Semoga tips2 ini berguna bagi temen2 yg berminat untuk pergi ke Harbin, Kutub Utara, Siberia, atau tempat2 super dingin lainnya di dunia, hehehe. Kapan waktu yg baik untuk pergi ke Harbin? Ice and Snow Festival di Harbin tiap tahunnya dimulai pada awal bulan Januari dan berlangsung selama sekitar satu bulan, dan pada umumnya berakhir sebelum Spring Festival / Chinese New Year yg jatuh sekitar awal bulan Februari. Jadi, bulan Januari, adalah saat yg paling tepat untuk pergi ke sana. Tapi inget, bulan Januari adalah bulan PALING DINGIN di Russia dan China Utara. Banyak orang