"The first time you fall in love, it changes you forever and no matter how hard you try, that feeling just never goes away."
Dari aku, yang selalu mengagumimu...
BAGIAN PERTAMA
Papa gua sering cerita, bagaimana sewaktu muda dia pernah pacaran dengan tiga cewe sekaligus. Mama gua sering cerita, bahwa sewaktu muda, dia pernah bikin beberapa cowo yg naksir dia jungkir balik, minum baygon, dan juga makan sabun,. Yg bikin gua bertanya-tanya adalah...kalo Papa Mama gua sewaktu mudanya begitu lihai dalam masalah cinta, kenapa bakat mereka tidak menurun ke gua ya?
Selama sekolah dulu, gua tidak termasuk ke dalam ketagori "cowo yg menarik". Sepanjang duduk di bangku SD, gua selalu dibully oleh temen-temen sekelas gua. Berkat mereka, jangankan pacaran, cewe-cewe liat gua aja udah langsung buang muka, entah jijik, entah takut ikutan kena bully kalo ngobrol sama gua. Hal itu terus berlanjut hingga gua SMP.
Di SMP gua, 75% muridnya adalah temen temen seangkatan gua sewaktu SD, jadi situasinya tidak berubah terlalu banyak. Hanya saja, seiring bertambah dewasa, gua mulai bisa lebih bijaksana dan supel dalam bergaul. Berkat aktif di dalam organisasi kepramukaan, gua mulai punya beberapa orang sahabat. Dan berawal dari beberapa orang sahabat ini lingkungan pergaulan gua semakin luas dan luas. Bahkan gua mulai punya beberapa orang sahabat dari sekolah lain, salah satunya adalah Andri (bukan nama sebenarnya).
Andri ini salah seorang mantan teman satu SD gua yg sekarang bersekolah di sekolah lain (tapi meskipun beda sekolah, sekolah dia dan sekolah gua masih di bawah satu yayasan yg sama). Waktu SD kita ga gitu deket, sering berantem malahan gara gara masalah game, tapi karena kita bareng-bareng aktif di Pramuka, dan lingkungan pergaulan kita sama, perlahan-lahan hubungan gua dan dia makin deket. Saat itu, bisa dibilang dia adalah salah satu best friend gua.
Andri adalah orang yg supel, ga aneh sih karena menurut kabar angin, dia di luar sekolah juga suka bergaul sama preman. Dia banyak ngajarin gua bagaimana caranya menjadi supel dan mudah bergaul, terutama terhadap lawan jenis...walaupun kadang-kadang cara yg dia ajarkan agak...mesum dan kurang ajar, tapi gua bisa nangkep intinya. Buat gua yg termasuk pendiam dan kurang PD, punya sahabat seperti Andri adalah hal yg sangat menyenangkan.
Kehidupan gua di saat itu tidak begitu penuh gejolak. Hari-hari gua diisi oleh main game, bergaul, dan juga kegiatan di pramuka. Gua sempet naksir-naksiran sama beberapa orang cewe, tapi ga ada yg sampe serius. Gua punya banyak teman baru, cowo-cowo yg pada awalnya adalah saingan gua dalam urusan naksir-naksiran, tapi pada akhirnya malah jadi sahabat gua. Sejauh ingatan gua, tahun-tahun awal di bangku SMP itu adalah masa-masa paling damai di dalam hidup gua.
Dan semuanya berubah semenjak gua bertemu Miaka
Di SMP gua, meja belajar di ruang kelasnya adalah meja panjang di mana dua orang murid akan duduk satu meja, bersebelahan, dan sudah jadi tradisi di sekolah gua bahwa setiap beberapa minggu sekali, guru wali kelas akan mengubah posisi tempat duduk kita di kelas. Tujuan utamanya sih katanya supaya kita ganti teman sebangku dan lebih saling mengenal satu sama lain, walaupun sudah menjadi rahasia umum bahwa ini adalah cara para guru untuk memisahkan tempat duduk murid-murid biang kerok di kelas tersebut supaya tidak duduk berdekatan dan menganggu proses belajar mengajar.
Gua termasuk orang yg lumayan supel di kelas dan gua akrab dengan 80% murid di kelas gua. Tapi sialnya, kali itu wali kelas memasangkan gua dengan seorang murid yg termasuk di dalam 20% sisanya.
Miaka, namanya (bukan nama sebenarnya), seorang cewe kutu buku yg sama sekali belum pernah gua ajak ngobrol sekalipun. Oke, saat itu memang kita sudah jadi teman sekelas selama lebih dari satu semester, tapi jujur, gua rasanya kok belum pernah liat atau denger cewe yg satu ini membuka mulutnya?
Dengan sifat gua yg supel dan sok akrab, biasanya gua bisa memulai pembicaraan dengan teman sebangku baru gua dalam waktu kurang dari beberapa menit saja. Tapi melihat Miaka yg duduk dengan tampang cuek (agak judes) dan mata yg tidak melirik ke arah gua sekalipun, gua ga tau gimana caranya memulai pembicaraan. Sempat terlintas di kepala gua untuk mencolek bahunya dengan mengulurkan tangan gua ke depan mukanya. "Hey bro, kenalan donk" Kalo dia masih ga menoleh ke arah gua, mungkin gua bisa coba rampas kacamatanya kemudian lempar ke luar jendela sambil pura pura berkata "Oops sori, tangan gua licin" Tapi..kayaknya kok bukan ide yg bagus ya?
Sepanjang pelajaran hari itu berlangsung, mata gua tidak bisa lepas dari Miaka. Ia duduk tenang mendengarkan pelajaran sambil tangannya terus menulis sesuatu di bukunya. Sementara mata gua tidak bisa lepas darinya, gua menyadari bahwa mata Miaka juga jarang melirik ke papan tulis. Terus, dia nulis apaan donk? Apa dia beneran bisa nulis sebanyak itu hanya dengan mengandalkan pendengaran belaka?
Tidak terasa, waktu istirahat pun tiba. Gua ngobrol di depan kelas bersama teman-teman gua, tapi mata gua terus menerus tidak bisa berhenti melirik Miaka yg sedang duduk sendirian di kelas sambil terus menulis. Oke, kita memang sudah jadi teman sekelas lebih dari 7 bulan, tapi sepertinya baru kali ini gua menyadari bahwa selama ini, Miaka jarang keluar kelas di saat jam istirahat. Ia terus menulis dan menulis sambil sesekali jarinya memainkan ujung rambut panjangnya yg ikal. Gua semakin penasaran.
Bel tanda masuk pun berbunyi dan pelajaran hari itu pun berlanjut. Sementara guru Fisika sibuk menjelaskan rumus di papan tulis, Miaka masih terus sibuk menulis. Di balik kacamatanya, gua melihat matanya terus menerus terpaku pada buku tulis kecil yg ia sembunyikan di balik buku pelajaran Fisikanya. Gua bener-bener ga tahan. Akhirnya di saat pergantian pelajaran, gua memberanikan diri untuk mengintip. Gua mendekat ke arah dia, hingga bahu gua menempel ke bahunya, kemudian gua mendongak, memicingkan mata, mengintip halaman buku tulis yg selama ini selalu ia tutupi di balik lengannya.
Gua terpaku selama beberapa detik, mencoba membaca huruf-huruf yg ia torehkan di atas buku tulis kucal tersebut dan...
"Ya ampuuuunnn..." seru gua, reflek, terhenyak, di saat mengetahui bahwa ternyata Miaka bukan sedang sibuk mencatat pelajaran melainkan MENULIS CERITA.
"Gua pikir lu dari tadi sibuk nulis apaan...ga taunya nulis cerita toh" seru gua terhadap Miaka. Saking terhenyaknya gua sampe keceplosan, kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulut gua.
Mendengar kata-kata gua, Miaka, untuk pertama kalinya memalingkan wajahnya ke arah gua. Pandangan gua dan dia bertemu untuk pertama kalinya. Matanya memandang mata gua dalam-dalam. Sekejab gua merasa takut, takut dia marah atau tersinggung karena gua ngintip apa yg sedang dia tulis. Tapi reaksinya kemudian membuat gua tambah terkejut.
"Lu mau baca?" tanya dia, tanpa ekspresi.
"Ehm...kalo lu ga keberatan.." jawab gua ngasal, masih agak salting.
"Nih" kata dia, sambil mendorong buku tersebut ke arah gua dengan sikunya.
Tapi belum sempat gua membuka halaman pertama, tiba-tiba Bu Yohana, guru Biologi sekaligus wali kelas kita, melemparkan sebatang kapur ke kepala gua. Miaka pun buru-buru mengambil buku tulisnya dan menyembunyikan buku tersebut di pangkuannya, di bawah meja.
"Kalian ngobrol melulu, mau Ibu pindahkan duduk ke paling depan???" ancam Bu Yohana.
"Eh...nggaa...maaf Bu" kata gua, buru-buru membuka buku cetak Biologi yg ternyata akibat terlalu sibuk memperhatikan Miaka, belum gua buka sama sekali.
Miaka menutupi separuh wajahnya dengan buku cetak Biologi, tapi balik buku tersebut gua sekilas melihat dia sedang cekikikan.
Setelah Bu Yohana kembali melanjutkan pelajaran, gua memberanikan diri untuk menoleh ke arah Miaka.
"Hihihihi..."
Dia tersenyum. Oh bukan, ketawa. Nyengir lebar.
Sekejab jantung gua, seolah lupa berdetak.
Gua menahan nafas, seolah lupa bernafas.
So pure...
So innocent...
Manis.
Banget.
Senyuman yg sampai hari ini masih terbayang dengan jelas di ingatan gua.
Dan gua yakin saat itu pipi gua pasti merah banget.
Ilustrasi. Kurang lebih kayak gini dia ketawanya. |
Dan hari itu, kuukir namamu di hatiku...
(TO BE CONTINUED...)
Komentar
Posting Komentar