Kuliah S2 di China ternyata...tidak semudah yg gua bayangkan.
Oke, gua akui, pada awalnya gua memang sedikit menganggap remeh. Ah, Mandarin, ga akan susah susah amat kali. Tapi ternyata gua salah.
Kuliahnya ga gitu padat, tapi banyak kegiatan dan kita harus sering mampir ke kelas-kelas "Pengajaran Bahasa Mandarin Bagi Orang Asing" untuk riset dan dengerin para laoshi yg lagi ngajar. Kadang dari pagi sampe sore sibuk terus, terkadang malem juga ada kelas kaligrafi atau praktek ngajar. Meskipun di tengah sering diselingi waktu istirahat 2-3 jam, tapi tetep aja rasanya cape banget.
Terus selaen banyak tugas, tiap hari gua juga harus baca buku-buku literatur tebal dalam Bahasa Mandarin mengenai sejarah, kebudayaan, dan juga teori pengajaran Bahasa Mandarin. Oke, sebenernya gua ngerasa kemampuan Mandarin gua ga jelek-jelek amat. Tiap kuliah, dosennya ngomong apa, gua selalu ngerti dan bisa nangkep. Baca buku juga 80% gua bisa baca tanpa masalah. Tapi tau ga masalahnya apa? Bahasa Mandarin lisan dan tertulis itu BEDA. Temen-temen pembaca yg pernah belajar Mandarin pasti ngerti apa maksud gua. Jadi meskipun gua ngerti arti setiap huruf yg ada di buku, tapi pada saat huruf-huruf tersebut dirangkai menjadi suatu kalimat dalam bahasa tertulis, mendadak gua jadi pusing sendiri. Jadi ini kalimat maksudnya apa? Intinya dia mau ngomong apa? Inilah penyebabnya kenapa gua bisa butuh waktu setengah jam hanya untuk baca satu halaman.
Seriusan, sepanjang 2 tahun gua sekolah di China, ini baru pertama kalinya gua cape karena belajar (biasanya cape karena traveling hahaha)
Ada yang bisa baca? Hahaha... |
Di tengah kegalauan ini, hari ini gua kenalan dan ngobrol sama satu orang Thailand. Dia cowo, umurnya 30 ke atas, udah punya gelar Master dalam bidang linguistik (hasil kuliah di Brunei, kemudian Aussie) dan sekarang lagi kuliah Master untuk bidang international trading di Guilin, China. Si cowo Thailand ini galau dan dia cerita ke gua, kadang dia mempertanyakan apakah jalan hidup dia ini udah bener. Dia orangnya seneng banget belajar, makanya dia selalu rajin cari beasiswa kesana kemari (dan hebatnya, selalu aja ada yg ngasih).
Tapi di balik semua itu, kadang dia ngerasa bahwa dia sebenernya udah KETUAAN untuk kuliah. Cita-cita dia adalah untuk dapet phD dalam bidang linguistik dan ekonomi, dan jadi pakar di dua bidang tersebut, tapi ternyata itu ga semudah yg dia bayangkan karena dia ga fokus di salah satu. Dan dia ngerasa kesulitan juga kuliah Master di China karena meskipun udah belajar Mandarin beberapa tahun, dia tetep ga ngerti sama sekali dosennya ngomong apa. Hal ini bikin dia agak depresi dan dia ngerasa bahwa dia buang-buang waktu sama hidupnya selama ini. Sementara dia masih sibuk kuliah, nyari gelar, mengejar mimpi, temen-temen dia semua udah pada berkeluarga dan mapan. Jadi, apakah jalan hidup dia ini salah?
Sebenernya gua ngerti apa maksud dia. Kalo temen-temen udah lama ngikutin blog ini, temen-temen pasti pernah baca cerita soal kegalauan gua akan pilihan hidup gua ini. Tapi di Indonesia, gua juga kenal banyak orang yg memilih jalan hidup berbeda dengan gua dan mereka tetap galau.
Sebagian besar temen gua di Indo udah 4-5 tahun menghabiskan umurnya mengejar karir. Ada yg lancar, dan ada yg tidak. Pernah ada beberapa orang temen yg curhat sama gua soal hidup mereka ini. Mereka bilang, mereka udah ngabisin bertahun-tahun kerja di berbagai kantor dan perusahaan, tapi apa yg mereka dapat? Yah, uang 20-30 juta di bank, pengalaman kerja, sedikit koneksi, beberapa prestasi untuk ditulis di alam CV, dan that's all. Hidup mereka sekarang 100% berbeda dengan apa yg mereka impikan dan mereka juga kadang stress karena itu. Mau nyicil rumah, masih belum mampu. Mau cari pacar, ga ada waktu. Jadi sebenernya, bertahun-tahun yg kita habiskan di sekolah dan universitas itu untuk apa?
Jadi ya, pada akhirnya, gua rasa setiap pilihan hidup juga ada resikonya, ada positif dan negatifnya. Pilihan temen-temen gua memberikan mereka kesempatan untuk bisa mapan dan berkeluarga lebih cepat, walaupun bukan jaminan 100%. Pilihan gua memberikan gua kesempatan untuk lebih banyak melihat dunia luar dan belajar hal-hal baru, walaupun bukan jaminan nantinya bakal 100% kepake. Semua ada plus minusnya.
Kalo gua dikasih kesempatan untuk kembali ke masa lalu dan mengulang semuanya, gua akan tetap memilih jalan hidup yg sekarang. I would do it all over again. Hidup di negeri orang, jauh dari keluarga dan sahabat, hanya mengandalkan uang beasiswa yg pas-pasan, tapi setiap harinya gua belajar banyak hal baru dan bisa berkenalan dengan banyak orang.
Gua ga keberatan setiap hari harus muntah-muntah baca literatur Mandarin ratusan halaman.
Gua ga takut orang lain mapan lebih dulu daripada gua.
Gua juga rela kerja keras mati-matian untuk mengejar ketinggalan gua dalam hidup.
Tapi di sisi lain :
Gua mendapatkan banyak sahabat di berbagai negara. Ukraina, Peru, Moldovia, Jerman, Itali, Thailand, Vietnam, Nepal, Russia, dll.
Berpetualang ke tempat-tempat yg super seru, Jalur Sutra di padang pasir yg gersang maupun Kota Harbin yg dinginnya -35 derajat.
Bisa fasih berbahasa Inggris dan Mandarin, bisa bicara sedikit bahasa Jepang, Russia, Thailand, dan Spanish.
Belajar banyak hal baru. Jadi duta budaya Indonesia, ikut lomba pidato mewakili Indonesia dan juga jadi guru bimbingan belajar Mandarin.
Punya kisah cinta yg istimewa.
Dan sekarang, punya pacar yg sangat sayang sama gua, walaupun bahasa kita berbeda =)
(Dan masih banyak lagi. Liat aja di sini.)
Inilah jalan hidup yg gua pilih.
Oke, mungkin suatu hari gua bakal jatuh, gua bakal ragu, gua bakal terbentur aneka ragam kesulitan dan rintangan dalam hidup (dan ada kalanya juga mungkin bakal ngomel ngomel di blog hahaha) Tapi selama semua ini, gua lakukan dengan kesadaran penuh dan tanpa penyesalan, why not?
Setiap manusia punya jalan masing-masing di dalam hidupnya. Jalan inilah yg gua pilih dan gua percaya, meskipun hidup selalu penuh ketidakpastian, tapi tidak ada usaha yg tidak membuahkan hasil. Meskipun kita hari ini belum berhasil meraih impian kita, tapi bukan berarti semua usaha kita sampai saat ini tuh sia-sia dan tidak ada hasilnya. Tidak. Meskipun kita belum sampai ke puncaknya, tapi jarak yg tersisa antara kita dan impian kita hari ini pasti jauh lebih dekat daripada kemarin. Yg harus kita lakukan hanyalah...maju...selangkah, demi selangkah.
One step at a time. 一步一个脚印。
"Jadi sebenarnya, bertahun-tahun yg kita habiskan di sekolah dan universitas itu untuk apa?
"Untuk membuat kita jadi rendah hati. Karena semakin banyak yg kita pelajari, semakin kita sadar bahwa masih banyak hal yg tidak kita ketahui. "
Komentar
Posting Komentar