Langsung ke konten utama

Sekolah Ke Luar Negeri? Kenapa Tidak?



"The world is a book and those who do not travel only read a page"
(Dunia ini bagaikan sebuah buku, dan mereka yg tidak pernah bertualang hanya membaca satu halaman saja) 

Dari kecil, gua punya satu cita-cita : pengen sekolah ke luar negeri. Ga tau buat apa, dan ga tau manfaatnya apa, pokoknya kesannya keren aja gitu kalo bisa sekolah ke Amerika, Jepang, atau Australia. Dan gua inget banget, waktu gua kecil, kedua orang tua berjanji sama gua : kalo gua belajar dengan rajin, bisa lulus SMA dengan nilai-nilai yg baik, waktu kuliah nanti, mereka akan sekolahin gua ke luar negeri. Ucapan itulah yg jadi pegangan gua selama 14 tahun gua bersekolah dari TK sampai lulus SMA. Ga peduli sesulit apapun pelajaran yg gua hadapi, gua tetep semangat, berpegang pada sebuah harapan untuk bisa sekolah ke luar negeri.


Tahun 2006, awal semester terakhir gua di SMA, kuliah menjadi sebuah topik pembicaraan paling HOT bagi anak-anak kelas 3 SMA seangkatan gua. Setiap jam istirahat, pasti ngobrolinnya tuh soal "mau kuliah di univ mana?" dan "jurusan apa?"  Untungnya waktu penjurusan di SMA tuh gua masuk IPA, jadi pilihan jurusan gua lebih luas daripada mereka yg waktu penjurusannya masuk IPS (no offense ya buat yg IPS). Mau ambil kedokteran, teknik, sastra, seni, informatika, semua bisa. Gua bareng temen-temen gua juga sibuk ikutan seminar sana-sini, ambil brosur universitas sana-sini.

Setelah berpikir panjang, akhirnya gua memutuskan mau kuliah di mana. Sebuah universitas art & design ternama di Malaysia, jurusan Game Design. Sebenernya tentunya gua pengen kuliah ke negara-negara yg lebih jauh macem US, Jepang, Korea, atau negara-negara Eropa. Tapi gua tau bahwa ekonomi keluarga gua di tahun 2006 waktu itu lagi buruk dan gua ga mau kasih beban yg terlalu berat sama orang tua. Gua tau bahwa sedari kecil, ortu gua udah siapin asuransi pendidikan buat gua, tapi tentunya nilainya juga ga akan sampe milyaran pastinya. Setelah gua hitung-hitung, kuliah di Malaysia harganya ga mahal mahal amat kalo dibandingin sama negara-negara lain. 4 tahun kuliah S1 totalnya paling 300 juta, udah termasuk biaya hidup & asrama. Masuk akal kan sebenernya?

Tapi ternyata, waktu gua mengajukan soal kuliah ini ke hadapan orang tua, gua mendapatkan kabar buruk : asuransi pendidikan gua hangus karena papa gua beberapa tahun terakhir ga bayar. Rasanya kayak disambar petir begitu gua tahu kabar buruk itu, harapan yg selama ini gua bangun di dalam hati mendadak luluh lantak bagaikan menara yg kena tendang Godzilla. Tapi, berhubung saat itu gua udah kelas 3 SMA, udah bisa mikir secara jernih, akhirnya gua mencari alternatif lain yaitu beasiswa. Tapi usaha ini juga ternyata kandas karena ternyata Indonesia tidak termasuk ke dalam daftar negara yg berhak mendapatkan bantuan dana pendidikan dari universitas-universitas yg gua kontak waktu itu.

Waktu berlalu dengan cepat, deadline ujian masuk universitas-universitas lokal di Indonesia semakin dekat, akhirnya gua memutuskan untuk kuliah di Bandung saja. Gua daftar ujian ke sebuah universitas ternama di kota Bandung di waktu yg sangat mepet, and the rest is history...
(Baca kisah lengkapnya di sini dan di sini, kalo minat) Gua sempet kuliah di sebuah universitas ternama di Bandung, kemudian karena beberapa hal, akhirnya pindah ke Maranatha dan di sanalah gua menghabiskan 4 tahun hidup gua kuliah di jurusan DKV.

Selama kuliah, gua sering magang di sana sini, dan kerasnya realita kehidupan akhirnya melunakkan idealisme gua. Oke, gua mau kuliah yg bener, lulus tepat waktu, udah itu kerja, nikah, menghidupi anak dan istri, bales budi sama orang tua, mati dengan tenang. Selesai. Tapi ternyata, Tuhan punya rencana lain buat gua...

Selama kuliah, entah kenapa gua selalu gagal dapetin pacar. Jadi jangankan mau nikah, pacaran aja ga pernah kesampean. Daripada pusing soal cinta, akhirnya gua fokus ke karir. Gua sempet magang di beberapa tempat, malah sampe cuti kuliah segala untuk magang di Jakarta tapi ujung-ujungnya gua malah sakit-sakitan dan akhirnya magang gua berakhir lebih cepat dari rencana awalnya. Tapi kemudian, keajaiban pun muncul. Tahun 2011 untuk pertama kalinya gua pergi ke luar negeri sebagai seorang individu dewasa, dan untuk pertama kalinya gua merasakan betapa indahnya yg namanya hidup itu...

50 hari bertualang di China, gua pulang membawa sejuta pengalaman hidup dan sebuah visi kehidupan yg baru : Gua pengen keberadaan gua di dunia ini punya arti. Gua pengen hidup gua ini bisa membawa perubahan positif bagi umat manusia. Untuk mewujudkan visi itu, gua ga boleh jadi katak dalam tempurung. Gua menghabiskan 24 tahun hidup di kampung halaman gua, di dalam comfort zone gua, dan gua manfaatkan sisa umur gua untuk sesuatu yg LEBIH dari itu.


Once you have tasted flight, you will forever walk the earth with your eyes turned skyward. For there you have been, and there you will always long to return.

Dan kelanjutan ceritanya, temen-temen pembaca setia Emotional Flutter pasti udah tau. Begitu lulus S1, gua langsung dapet beasiswa 4 tahun FULL untuk sekolah bahasa di China dan sekalian kuliah S2. Banyak orang yg harus MEMBAYAR untuk belajar, sementara gua selama 4 tahun di China ini, gua DIBAYAR untuk belajar. Asik kan?

Nah tentunya di postingan kali ini, gua bukan cuma berbagi pengalaman pribadi aja. Gua mau membuka pikiran temen-temen pembaca semua, sebenernya kuliah ke luar negeri itu apa aja sih manfaatnya buat kita dan bagaimana cara mendapatkan beasiswa sekolah ke luar negeri. Yg terakhir ini, gua tulis di sini karena gua sering banget dapet email dari temen-temen pembaca Emotional Flutter yg nanyain ke gua gimana sih caranya dapetin beasiswa ke luar negeri. Gua tulis deh caranya di sini, supaya semua orang bisa baca. Ga rugi kan sering nongkrongin blog ga jelas yg satu ini? Hehehe.

Certainly, travel is more than the seeing of sights; it is a change that goes on, deep and permanent, in the ideas of living

Oke, jadi apa aja sih serunya kuliah ke luar negeri itu? 4 poin di bawah ini gua kutip dari sebuah artikel majalah yg pernah gua baca, tapi gua akan jelasin dengan kata-kata dan pengalaman gua sendiri.

1. It's about the journey
Kita hidup di dunia yg sangat indah. Mungkin temen-temen udah sering denger tentang betapa banyak tempat-tempat indah di dunia ini : Kepulauan Raja Ampat di Irian, The Great Wall in China, Machu Pichu in Peru, Eifell Tower in Paris, dll. Gua baru pernah ke Great Wall doank, belum pernah ke tempat lainnya. Tapi dengerin deh : begitu lu sampe di sana dan melihat dengan mata kepala sendiri, indahnya jutaan kali lipat lebih indah daripada yg lu liat di foto super high-res di Internet atau National Geographic.

Tuhan YME tuh bener-bener seorang seniman agung. Gua menemukan bahwa ternyata keindahan yg bisa kita lihat lewat mata itu hanya tinggal sepersekiannya saja yg bisa diabadikan oleh lensa kamera super canggih sekalipun. Di saat itulah gua menyadari, betapa kecil dan terbatasnya kita manusia, dibandingkan alam semesta yg megah ini.

Dan jangan salah, masih BANYAK banget hal-hal indah dan menarik di dunia ini yg belum tertangkap oleh film atau majalah. Indahnya pemandangan di hari pertama turunnya salju, gemerisik daun-daun yg berguguran di musim gugur, harum serbuk sari yg terbawa angin di musim semi, batu-batu kali berwarna-warni di balik aliran air sungai yg jernih, dan masih banyak lagi keindahan-keindahan sederhana di dalam hidup yg mungkin belum kita rasakan di tempat asal kita.

"Traveling – it leaves you speechless, then turns you into a storyteller" 


2. It's about pushing your limits and go beyond your comfort zone
Berpetualang itu rasanya seperti lagi jatuh cinta. Di saat awal kita mulai pacaran dengan seseorang, rasanya seru banget. Penuh dengan kejutan, harapan, dan juga penuh pengalaman baru yg menantang, penuh resiko, tapi anehnya selalu kita nanti-nantikan. Itulah manusia. Percaya ga percaya, manusia itu sosok yg menemukan kenikmatan dan kebahagiaan di balik tantangan. Pernah ga ngerasain betapa bangganya kita di saat kita berhasil melakukan sesuatu hal yg orang lain anggap tidak mampu kita lakukan? Betapa puas dan bahagianya kita di saat berhasil menyelesaikan sebuah pekerjaan yg berat? Perasaan-perasaan itulah yg akan kita rasakan setiap hari di saat kita berada di negeri orang, di tempat yg asing, penuh kejutan dan tantangan.


"The greatest reward and luxury of travel is to be able to experience everyday things as if for the first time, to be in a position in which almost nothing is so familiar it is taken for granted.” 


3. It's about learning and finding yourself
Lao Tzu pernah berkata "Semakin jauh seseorang pergi, semakin ia menyadari betapa sedikitnya yg ia ketahui" Dan itulah salah satu alasan mengapa kita harus berani keluar dari zona aman kita. Karena kalo kita ga pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri, kita ga akan pernah menyadari betapa banyaknya hal menarik di dunia ini yg selama ini tidak pernah kita ketahui.

Hidup di luar negeri, di luar zona aman kita, akan membuat kita belajar. Belajar apa? Seminimum-minimumnya, belajar bahasa dan juga budaya baru. Di era globalisasi dan informasi ini, menurut buku yg pernah gua baca, ada baiknya jika seseorang setidaknya menguasai DUA bahasa asing. Apa sih gunanya belajar bahasa? Banyak banget. Tapi contoh yg paling gampang adalah, kalo lu cuma bisa bahasa Indonesia, lu cuma bisa mengakses informasi berbahasa Indonesia saja. Tapi kalo lu bisa bahasa lain, Inggris dan Mandarin misalnya, lu bisa mengakses lebih banyak media dan informasi yg menggunakan kedua bahasa tersebut. Banyak membaca, banyak ilmu. Banyak ilmu, banyak rejeki.

Hidup di luar negeri, hal yg paling SIMPEL sekalipun bisa jadi hal yg lumayan menantang dan juga...menarik untuk diceritakan. Bayangin, gimana caranya gua berkomunikasi dengan tukang cukur di China mengenai model rambut yg gua inginkan di saat kemampuan bahasa gua masih belum bagus? Ada yg bisa nebak gua pake cara apa? Selain bahasa, hidup di luar negeri juga "memaksa" gua belajar banyak hal yg ga gua pelajari di rumah : masak, nyuci, nyetrika, misalnya. Kita juga belajar beradaptasi dengan lingkungan yg asing, perubahan cuaca, maupun pergaulan yg baru. Hal itu secara ga langsung akan membuat lu lebih mengenal diri sendiri. Apa sih kekurangan dan kelebihan lu? Bagaimana cara lu menghadapi sesuatu? Dan lain sebagainya.

“Not until we are lost do we begin to understand ourselves. One's destination is not a place, but a new way of seeing things” 

4. It's about coming back
Oke, beberapa di antara kalian mungkin ada yg udah siap-siap mau memaki gua di kotak komentar. "Dasar ga nasionalis! Ngebanggain negeri orang, tidak mempedulikan negeri sendiri" atau komentar-komentar picik lainnya. Eits, tahan dulu ya. Baca dulu poin keempat ini, baru boleh protes.

Temen-temen pernah ga menyadari bahwa seringkali kita baru menyadari betapa nikmatnya tidur di kasur setelah berhari-hari kemping di atas gunung dan tidur di alam terbuka? Sekolah ke luar negeri juga akan membuat kita merasakan hal tersebut. Oke, mungkin negeri orang lebih maju, lebih aman, lebih canggih, dan lain sebagainya. Tapi tetep, ga akan bisa lebih nyaman daripada rumah kita sendiri. Gua punya seorang temen yg jadi chef di Itali dan setiap hari dia bisa makan aneka ragam steak, pasta, dan spageti asli Itali, tapi tetep, makanan yg paling dia kangenin adalah NASI PADANG.

Di saat kita pertama tiba di negeri orang, kita sering terkesima dan terkagum-kagum terhadap segala hal yg ada di sana. Kita pengen tahu segalanya, mengenal banyak orang, belajar bahasa serta budayanya, dll. Percaya deh, itu yg bakal kalian rasain saat pulang ke Indonesia setelah sekian lama hidup di negara lain. Hidup di negara lain ironisnya seringkali membuat kita menjadi lebih menghargai kita sendiri.

So, sebenernya manfaat utama dari sekolah di luar negeri adalah...balik lagi, supaya kita bisa belajar, dan kemudian menerapkan pengalaman-pengalaman hidup yg kita dapatkan, di NEGERI KITA SENDIRI. 

“Why do you go away? So that you can come back. So that you can see the place you came from with new eyes and extra colours. And the people there see you differently, too. Coming back to where you started is not the same as never leaving.”


So, gimana caranya bisa sekolah ke luar negeri? Gimana caranya bisa dapetin beasiswa?

1. Know your destination.
Tentukan negara tujuanmu, kalo perlu berikut universitas dan juga jurusan kuliah yg kalian inginkan. Cari informasi sebanyak-banyaknya tentang negara/universitas tersebut. Berapa biaya yg dibutuhkan? (Biaya sekolah + biaya hidup) Adakah program beasiswa atau tunjangan pendidikan? Kalo ada, apa syaratnya? Jaman sekarang, informasi apapun bisa didapat dengan mudah lewat Internet. Why don't you start today?


2. Always start from the language
Syarat utama untuk bisa sekolah ke luar negeri adalah...BAHASA. Jadi, mulailah belajar bahasa asing sesuai dengan negara yg kalian tuju. Mau ke Jepang ya belajarlah bahasa Jepang, mau ke China ya belajarlah bahasa Mandarin. Tapi inget, mau ke negara apapun, Bahasa Inggris itu WAJIB BISA karena kebanyakan informasi beasiswa, interview, informasi, buku-buku pelajaran untuk mahasiswa asing itu menggunakan Bahasa Inggris.

Inget, yg dimaksud belajar bahasa di sini bukan hanya sekedar jago update status di FB menggunakan bahasa tersebut (padahal kata-katanya nyontek dari web lain, film, atau Google Translate), tapi kalian harus paham cara penggunakan aneka ragam vocabulary umum berikut juga cara penggunaan serta tata bahasa (grammar) dalam kalimatnya.

Biaya les/kursus emang ga murah, tapi selama ada usaha, pasti ada jalan. Kalian bisa ambil jam les hanya seminggu sekali misalnya, tapi di luar les, kalian harus banyak belajar dan baca buku sendiri. Jangan terus menerus menunda untuk belajar bahasa asing. Start today, every seconds counts.


Travel is the only thing you buy, that makes you richer.


3. Connections, connections, connections
Ga peduli di belahan dunia manapun, yg namanya koneksi itu penting. Koneksi seperti apakah yg gua maksud? Misalnya, kalian les Bahasa Jepang untuk pergi ke Jepang, biasanya guru les atau tempat kursus kalian tuh punya channel/koneksi dengan universitas tertentu di Jepang yg mungkin bisa jadi benang merah yg menghubungkan kalian dengan impian kalian itu.

Dulu gua bisa dapet kesempatan interview beasiswa ke China tuh karena dukungan dan rekomendasi dari para Laoshi yg pernah ngajarin gua Mandarin di kampus. So yeah, perlakukan setiap orang dengan hormat dan tunjukkan kesungguhan kalian dalam mengejar cita-cita kalian.


4. ASK OUT
Jangan malu bertanya. Kirim email ke universitas yg kalian tuju. Ungkapkan niat kalian untuk studi di sana dan tanya ke mereka apa syaratnya dan apakah ada program beasiswa untuk mahasiswa asing? Tentunya, untuk bisa melakukan yg satu ini, kalian harus kuasai dulu bahasanya. Kalian juga bisa cari kenalan orang lokal atau orang Indo yg sedang berada di negara tujuan kalian, dan kemudian minta mereka cariin informasi buat kalian.

Inget, a thousand miles journey begins with a single step (Perjalanan ribuan mil, dimulai dari sebuah langkah pertama) Gua juga hari ini ga akan ada di China kalo gua ga pernah mulai les Mandarin dan juga apply beasiswa sana-sini. So, made up your mind, dan kalo memang niat, mulailah berusaha dari HARI INI juga.


5. NOW or NEVER. NO EXCUSE!
Gua kenal beberapa orang yg dulu bilang gini : "Ah, gua kerja dulu aja 1-2 tahun, baru kejar beasiswa S2 ke luar negeri" Dan pada akhirnya, orang-orang itu sebagian besar ga jadi ke luar negeri. Namanya orang kalo udah masuk dunia kerja, udah mencicipi rasanya mengejar karir dan punya uang, pasti bakal males untuk ke luar negeri. Alesannya macem-macem : ortu harus dijagain lah, males kalo harus interview kerja lagi lah, udah terbiasa sama kehidupan yg sekarang lah, dan lain sebagainya.

Karena itu, gua mau wanti-wanti sama temen pembaca semua. Kalo misalnya pengen sekolah ke luar negeri, jadikanlah itu PRIORITAS UTAMA. Kejar sampai dapat, dan lakukan! Jangan menunda-nunda karena kesempatan belum tentu datang dua kali. Di saat kita umur masih muda, fisik masih prima, ortu masih sehat, nyali masih kuat, itulah saat yg tepat kalo mau mengepakkan sayap. Jangan mikir kejauhan : kuliah S2 tar pas lulus umurnya ketuaan, takut lost contact sama sahabat di Indo, dan lain sebagainya.

Masa muda tuh cuma sekali. Jangan sia-siakan waktu yg kalian miliki.

Ada pertanyaan atau komentar silahkan tulis di bawah. Comments and feedbacks are appreciated =)


”Twenty years from now you will be more disappointed by the things that you didn’t do than by the ones you did do. So throw off the bowlines. Sail away from the safe harbor. Catch the trade winds in your sails. Explore. Dream. Discover.” – Mark Twain


Sekedar Info
Di Nanning (provinsi Guangxi, Tiongkok) lagi ada universitas yang ngasih promo harga khusus untuk orang Indonesia lho. Universitasnya juga lumayan terkenal, ranking 70 dari 2500 universitas di seluruh China. Kalo ada yang tertarik untuk kuliah S1/S2/S3 atau belajar Bahasa Mandarin ke China, bisa kontak gua di keppi_kun@yahoo.com atau +8618269000643 (Whatsapp)

Pendaftaran ditutup tanggal 1 July 2017. Kuota terbatas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

5 Kuliner Khas Tiongkok Yang Wajib Kamu Coba

Kalo denger kata "Chinese Food" , makanan apa sih yang terlintas di otak kalian? Pasti ga jauh-jauh dari Cap Cay, Dim Sum, Bubur Pitan, Ayam Kuluyuk, Nasi Campur, atau Ambokue. Iya kan? Dari kecil gua hobi banget makan Chinese Food, maklum, dari kecil lidah gua memang udah dimanjakan oleh masakan-masakan ala Chinese super enak buatan kakek-nenek dari keluarga bokap dan nyokap. Makanya, waktu gua berangkat kuliah S2 ke China tahun 2012 silam, soal makanan adalah hal yang paling tidak gua khawatirkan. Ah, toh gua keturunan Tionghoa ini, tiap hari harus makan Chinese Food pun gak masalah. Siapa takut? Tapi ternyata gua salah. Ternyata Chinese Food di daratan China BERBEDA JAUH dengan Chinese Food di Indonesia. Seriusan, terlepas dari perbedaan jenis daging yang dipakai (di sini kebanyakan memang pake daging babi), gua menemukan bahwa di China ini jarang banget ada masakan Chinese seperti yang biasa kita temukan di Indonesia. Jangankan Dim Sum, masakan rumah kayak Cap Cay, Ayam

Kopdar Manis Bareng Safira Nys

Minggu lalu, waktu reunian sama temen sekampus, pernah ada satu orang yg nanya ke gua "Ven, lu ngeblog teh rasanya udah lama ya?" "Iya, dari tahun 2010, berarti ga kerasa udah 7 tahun nih gua serius ngeblog" "Kok lu bisa tahan sih? Emang apa serunya ngeblog?" Jawaban dari pertanyaan dia itu ga cukup gua jawab pake satu atau dua kalimat saja. Kalo mau dibahas secara mendetail, mungkin bisa dijadiin tesis setebal 100 halaman bolak balik dan berisi 60.000 kata. Ngeblog itu BANYAK BANGET manfaatnya kalo buat gua. Memang, sampe sekarang gua masih belum bisa punya penghasilan dari ngeblog, tapi ngeblog ngasih gua banyak manfaat yg ga bisa dinilai pake uang. Salah satunya manfaat utama yg mau gua bahas di postingan kali ini adalah...ngeblog ngasih gua kesempatan untuk kenalan dengan banyak orang-orang hebat. Salah satunya adalah...Syifa Safira Shofatunnisa (semoga gua kaga salah nulis namanya) aka Safira Nys , atau biasa gua panggil "Nisa" Gua pertama k

How To Survive in Harbin

Berhubung di post yg sebelumnya banyak yg komen soal ketertarikan mereka untuk pergi ke Harbin dan bagaimana cara survive di sana, makanya di post kali ini, sebelum gua lanjutin cerita tentang petualangan gua di Harbin, gua mau cerita dulu tentang bagaimana persiapan gua untuk pergi ke Harbin dan hal2 apa saja yg harus diperhatikan di saat kita akan pergi ke tempat yg temperaturenya jauh di bawah nol seperti Harbin. Semoga tips2 ini berguna bagi temen2 yg berminat untuk pergi ke Harbin, Kutub Utara, Siberia, atau tempat2 super dingin lainnya di dunia, hehehe. Kapan waktu yg baik untuk pergi ke Harbin? Ice and Snow Festival di Harbin tiap tahunnya dimulai pada awal bulan Januari dan berlangsung selama sekitar satu bulan, dan pada umumnya berakhir sebelum Spring Festival / Chinese New Year yg jatuh sekitar awal bulan Februari. Jadi, bulan Januari, adalah saat yg paling tepat untuk pergi ke sana. Tapi inget, bulan Januari adalah bulan PALING DINGIN di Russia dan China Utara. Banyak orang