Finally I've found you... |
"两杯珍珠奶茶,一共是8块“ (Dua gelas Pearl Milk Tea, totalnya 8 kuai) kata Ayi penjual Nai Cha (Milk Tea) itu dengan Bahasa Mandarin.
Gua merogoh dompet dan mengeluarkan selembar uang 5 yuan dan 3 keping uang logam 1 yuan. Ayi tersebut menerima uang gua kemudian memberikan sebuah kantong plastik berisi dua buah minuman yg baru saja gua beli. Gua mengecek ke dalam kantong plastik untuk memastikan bahwa Ayi tidak lupa menyertakan dua buah sedotan besar di dalamnya. Dua tahun terakhir ini, secara ajaib, gua yg orangnya ceroboh ini sudah mulai terbiasa untuk lebih teliti dalam hal2 kecil di dalam hidup gua, termasuk masalah sedotan ini.
"好了,再见阿姨!" (Sampai jumpa, Ayi!) kata gua pamit kepada wanita separuh baya pemilik toko Nai Cha yg sudah menjadi langganan gua tersebut. Dua tahun terakhir ini, hampir 3-4 kali seminggu gua mampir ke sini untuk beli minum sepulang kerja.
"慢点儿哦!" (Hati-hati di jalan!) kata Ayi tersebut sambil melambaikan tangannya dengan ramah.
Gua melipat tangan di depan coat musim gugur gua dan dengan langkah cepat berjalan menyusuri jalanan yg becek akibat hujan tadi sore. Sebenarnya jarak dari stasiun subway ke apartment gua tuh ga jauh, cuma sekitar 10-15 menit jalan kaki. Tapi memang sudah jadi rutinitas bagi gua untuk mampir beberapa saat di areal pertokoan depan stasiun subway ini untuk ngemil, beli majalah, atau sekedar menikmati hingar bingarnya keramaian di sana.
”香蕉一块五,一块五!" (Pisang, satu setengah kuai, satu setengah kuai!) teriak Laoban penjual buah yg juga adalah langganan gua. Biasanya gua juga suka mampir untuk beli sedikit buah Li, apel, atau pisang, tapi tidak untuk malam ini. Angin dingin menghembus dengan kencang, membuat gua mempercepat langkah gua. Setiap tarikan nafas gua menimbulkan uap berwarna putih, pertanda bahwa musim gugur memang akan segera berakhir, berganti dengan musim dingin.
Meskipun malam itu udara sangat dingin, tapi entah kenapa gua masih tetap memilih untuk jalan memutar lewat taman daripada melewati jembatan penyebrangan. Ya, lucunya meskipun usia gua sekarang udah kepala tiga, gua masih tetap takut ketinggian. Taman di tepi sungai ini biasanya penuh dengan kakek-nenek yg sedang latihan Taiji, remaja yg sedang pacaran, dan anak2 kecil yg berlarian kesana kemari. Tapi di cuaca sedingin malam ini, tidak ada seorang pun di sana.
Gua berhenti sejenak untuk mengencangkan kembali tali sepatu gua yg terlepas, dan untuk beberapa saat gua terdiam, menikmati indahnya kemilau sinar bulan dan lampu taman yg terpantul di air sungai yg beriak2 tersebut. Daun2 yg berguguran mengeluarkan suara gemerisik diterpa angin, dan samar2 terdengar suara musik yg mengalun lembut dari speaker2 tersembunyi yg tersebar di seluruh taman. Ya, musik yg hanya terdengar satu jam sekali itu menandakan bahwa saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Gua harus segera pulang.
Dengan sedikit berlari2 kecil, akhirnya gua tiba di depan gerbang apartment gua. Meskipun pintunya sudah menggunakan sistem kartu otomatis, tapi di lobby nya masih terdapat beberapa orang satpam yg bertugas siang dan malam. Faktor keamanan inilah yg menjadi salah satu pertimbangan gua sewaktu memutuskan untuk membeli apartment di pinggir kota Dalian ini. Di saat gua mau masuk ke dalam lift, kedua satpam yg sudah gua kenal itu tersenyum ke arah gua dan gua pun membalas dengan sebuah lambaian tangan.
Gua memencet angka 3 di lift dan hanya dalam hitungan detik, gua sudah tiba di depan pintu kamar gua. Sebuah ruangan seluas 18x20m dengan desain minimalis dan lantai kayu, dua kamar tidur, satu kamar mandi, ruang tamu dan kitchen set sederhana yg menyatu dengan ruang utama. Dan jangan lupa, sebuah beranda kecil di arah barat dengan view langsung menghadap ke arah pantai. Yah, meskipun jarak apartment dan pantai masih terpisah sekitar 400-500m, tapi setidaknya di saat langit tidak berawan gua masih bisa liat matahari terbenam dan di malam hari seperti ini, samar2 masih terdengar suara debur ombak.
Apartment impian gua |
Begitu gua masuk, penerangan di dalam kamar otomatis langsung menyala. Gua meletakkan dua buah minuman yg baru gua beli tersebut di atas meja makan, kemudian berjalan ke samping meja kerja gua untuk menggantungkan coat musim gugur yg sedang gua kenakan tersebut. Meskipun tanpa coat, suhu di dalam kamar ini cukup hangat karena setiap ruangan mempunyai heater dan juga air conditioner yg baik.
Gua meletakkan tas gua di atas meja kerja yg penuh dengan sketsa proyek game yg sedang gua kerjakan dan juga buku novel Digital Love Kancut Keblenger, kemudian melihat ke sekeliling ruangan. Buku2 dan map2 tersusun rapi di rak2 kayu yg menempel ke tembok dan di atas rak2 tersebut terdapat aneka display action figure serta prototype dari proyek2 desain yg pernah gua kerjakan. Kamar yg seluas ini terlalu besar untuk jadi kamar bujangan gua seorang, itulah yg selalu gua pikirkan setiap kali gua melihat tempat tinggal gua ini. Awal2 gua tinggal pindah ke sini tiga tahun yg lalu, tiap hari gua selalu merasa hampa dan kesepian. Sendirian nonton TV layar lebar sampai tertidur di sofa, minum teh sambil dengerin lagu lewat sound system di ruang tamu.
Tapi, segalanya berubah sejak dua tahun yg lalu...
Gua membuka pintu kamar tidur gua dan di situlah ia berada, sosok yg kehadirannya memberikan aneka warna ke dalam hidup gua. Rambut panjang sebahunya yg berwarna hitam kecoklatan kontras dengan warna kulitnya yg putih bagaikan susu tergerai di atas ranjang, lehernya yg jenjang dihiasi oleh seuntai kalung perak, dada dan bahunya yg terbalut T-shirt putih naik turun teratur menandakan bahwa ia memang sedang pulas bermain di alam mimpi. Gua membungkuk di samping ranjang, mendengarkan suara nafasnya yg memburu. Meskipun ia tidur dengan posisi terbalik dan kakinya berada di atas bantal kesayangan gua, tapi ia tetap terlihat manis...sempurna di mata gua.
Suka model rambut yg kayak gini |
Gua terdiam memandangi wajah tidurnya selama beberapa menit hingga kemudian Ia menggumam perlahan dan kelopak mata yg dihiasi bulu mata lentik itu akhirnya membuka sedikit. Dua buah mata paling indah yg pernah gua lihat itu kini memandangi gua dengan tatapan sayu.
"Pizza?" tanyanya dengan suara serak.
"Bukan, saya dari kafe di seberang jalan. Mau nganterin Nai Cha buat nona manis."
Dengan rambut yg acak2an, muka cemberut, ia pun mencubit pipi gua pelan sambil melenguh manja.
"Nai Cha. Mau."
"Tuh di atas meja makan. Kamu bangun dulu deh." kata gua mencoba mengangkat tubuh mungilnya dari atas ranjang.
"Aku nungguin kamu pulang lama banget, jadinya ketiduran deh" kata dia sambil pura2 cemberut.
"Sori2, mulai besok kan aku cuti, jadi tadi bos minta aku beresin berkas2 penting punya aku, supaya nanti kalo aku lagi ga ada, mereka ga susah nyarinya" kata gua sambil perlahan merapikan rambutnya dengan jari gua.
"Eh yank, ngomong2 kamu udah beres packing belom?" tanya gua.
Dia mengangguk.
"Udah. Koper kamu juga udah aku beresin ulang supaya lebih rapi."
"Eh? Tapi ga ada barang yg kamu keluarin kan?" tanya gua cemas.
"Hm-Hm" kata dia menggeleng.
"Semuanya persis sama seperti waktu kamu yg beresin, cuma lebih rapi aja sedikit. Aku kan tahu banget kamu ga suka kalo barang kamu dipindah2 lokasinya. Passport dll semua juga ada di tempat semula, nanti kamu cek sekali lagi aja ya biar yakin" kata dia sambil nyengir.
"Sip. Eh, hadiah buat ortu kamu, kamu taro di koper kamu atau koper aku?" tanya gua lagi.
"Di koper aku, di koper kamu kan udah penuh tuh sama oleh2 buat Mama Papa kamu. Takut koper kamu overweight nantinya" kata dia.
"Foto2 pre-wed kita? Gaun wedding kamu?"
"Semuanya udah di koper. Kalo sampe aku lupa bawa gaun, kita undur aja pestanya" kata dia sambil nyengir, kemudian dia beranjak dari kasur, pergi ke ruang tamu untuk menikmati Nai Cha kesukaannya.
Gua dan dia bertemu kurang lebih tiga tahun yg lalu di Shanghai. Perusahaan gua dan dia mengadakan joint project untuk mengadakan sebuah pameran otomotif di sana. Gua sebagai project manager sekaligus bagian advertising, dia sebagai arsitek merangkap desainer interior dan bagian dekorasi. Pertama kali ketemu gua dan dia langsung akrab karena ternyata kita berasal dari kota dan negara yg sama. Ajaib banget rasanya bisa ketemu kerabat satu kampung halaman di dunia yg luas ini. Setelah lebih dari setengah tahun saling bertukar sapa melalui Wechat, akhirnya dia pun dipindah kerja ke kantor cabang di Dalian, kota tempat gua tinggal, dan tidak lama setelah itu, kita pun jadian.
Sambil minum Nai Cha, ia duduk di depan piano yg terletak dekat kaca beranda. Sambil memandang ke arah laut dan langit yg bertaburan bintang, jemarinya pun bergerak dengan lincah, menari di atas tuts hitam putih, memainkan nada2 favorit gua. Gua duduk di sampingnya dan kemudian gua peluk dia dari belakang. Wangi tubuhnya yg khas pun langsung tercium, membuat gua tergila2. Tangan kanan gua memeluk pinggang dia dari belakang dan seiring bibir kita berdua saling mendekat, tangan kiri gua pun menggenggam tangan kirinya, masuk ke antara jari jemarinya.
Gua langsung teringat sebuah kutipan favorit gua :
"Kenapa Tuhan menciptakan ruang kosong di antara jari-jari kita? Karena suatu hari Ia akan mengirimkan seseorang yg dapat mengisi ruang kosong tersebut"
Dan sekarang gua udah ga usah menanti dan mencari lagi. Di sinilah rumah gua, di sisi dia lah gua menemukan kedamaian.
Sementara kita berciuman, tidak sengaja jari gua menyentuh cincin di jari manisnya, cincin yg dua bulan lalu gua sematkan di jari manisnya. Ciuman kita terhenti dan ia pun tersenyum. Gua belai rambutnya dan perlahan dia pun menyenderkan kepalanya ke bahu gua. Kita berdua terdiam di dalam kesunyian, hanya terdengar suara deburan ombak, deru nafas dia, dan jantung gua yg berdebar2.
Seolah memikirkan hal yg sama, mata kita berdua terpaku pada sebuah bingkai foto yg terletak di atas piano. Foto kita berdua kita yg pertama, diambil di hari kita pertama jadian, di sebuah foto studio kecil di pinggir jalan, dua setengah tahun yg lalu.
"Kamu sadar ga, saat kita kembali ke rumah ini 3 bulan yg akan datang, kita udah ga pacaran lagi?" tanya gua.
Ia mengangguk pelan sambil menggenggam tangan gua yg berada di pipinya.
"Kamu tahu ga...5 tahun lalu, suatu malem aku pernah ngobrol2 sama temen soal masa depan. Kita ngobrolin, kira-kira 5 tahun ke depan, seudah lulus S2, kita bisa pergi sejauh apa..." kata gua.
"Terus?" tanya dia penasaran.
"Ya, kurang lebih apa yg gua pikirkan saat itu, sekarang udah hampir terwujud. Punya kerjaan yg ga ngebosenin, bisa beli kamar apartment pake uang sendiri...dan bisa ketemu sama kamu" jawab gua melanjutkan.
"Bisa ketemu sama aku? Gombal. 5 tahun lalu, kita kenal aja belom kali..." jawab dia sambil mencubit hidung gua.
"Memang, malah waktu itu aku udah mulai watir, kalo boleh jujur. Temen2 aku udah banyak yg married, sementara aku selain sibuk kuliah, pacar aja ga ketemu2. Aku sering bertanya2 waktu itu...nyasar ke mana ya soulmate aku? Kok kamu ga dateng2 sih ke dalam hidup aku? Lamban!" kata gua sambil balas mencubit hidung dia dengan gemesnya.
"Jangan cubit idung aku, ntar jadi pesek..." kata dia sambil menempis tangan gua.
"Anyway, ehemmm...sebagai soulmate kamu, aku mau kasih sedikit pembelaan supaya ga disangkain nyasar... Waktu itu aku nyasar ke Jakarta, mencicipi gimana boringnya hidup sebagai karyawati kantoran. Udah itu terbang ke Afrika Selatan, jadi volunteer selama setengah tahun, dan akhirnya dideportasi ke Korea sama Tuhan dan setahun kemudian berakhir di Shanghai. Suruh siapa kamu nyarinya kurang serius, jangan cuma di Beijing, Shijiazhuang, Guilin donk. Kenapa ga cari aku ke Afrika Selatan coba?" jawab dia, ga mau kalah.
"Suruh siapa kamu ga kontak aku. Telp kek, email kek...halo Keven, aku soulmate kamu. Sekarang aku ada di Afrika Selatan, ketemuan yuk! Kalo kamu kasih tau aku kayak gitu, aku pasti langsung terbang ke Afrika saat itu juga, hehehe"
"Ihhhh, kamu ga pengertian banget sih! Interlokal dari Afrika ke China tuh ga murah tauuu... Lagian aku sibuuuk di sana, ga santai2 kayak kamu..."
Kata2 dia terhenti saat gua tiba2 mempererat pelukan gua. Wangi, pikir gua, saat gua membenamkan muka gua di bahunya.
"I'm glad I've found you. Please stay beside me forever." bisik gua.
Ia tersenyum, dengan lembut dia membelai rambut gua dan kemudian ia membisikkan sesuatu di telinga gua, kata2 yg selama 32 tahun ini selalu ingin gua denger...
"I will stay beside you forever. Please take care of me, Lao Gong"
PS : Lao Gong (老公) adalah panggilan sayang gadis di China terhadap suaminya...
Impian dan harapan gua tentang masa depan, semuanya tersirat di dalam cerpen yg satu ini. Ada yg bisa sebutin, impian gua di masa depan apa aja?
Satu orang yg jawaban dan analisanya paling lengkap, blognya bakal gua promosiin di Page Facebook Emotional Flutter selama seminggu. Deadline 30 November 2013.
Ga ada paksaan untuk ikutan ngejawab, buat yg niat aja. Kalo emang ga ada yg bisa nebak apa aja impian yg gua tulis di dalem, ya ga ada yg menang, hehehe.
Kalo ternyata pemenangnya adalah non-blogger, nanti kita diskusiin deh hadiahnya apa.
Postingan ini diikutsertakan dalam event
Ayo Pamer #MimpiKawancut ke Semua Orang di Jagat Raya!
yg diselenggarakan Komunitas Blogger Kreatif Kancut Keblenger
Komentar
Posting Komentar