"Arifa...dan Vanka..."
Dua nama yg setiap kali gua denger...menimbulkan aneka ragam emosi di dalam hati gua...
Rasa sedih...bahagia...air mata...dan juga seulas senyum...
Bandung, November 2005...
"Untuk praktikum Biologi minggu depan, bawa dua ekor kodok..." kata guru Biologi gua menutup sesi praktikum hari itu.
Akhirnya hari itu tiba juga. Sejak kecil gua udah sering denger Mama gua cerita soal pengalamannya membedah kelinci di pelajaran Biologi. Saat denger cerita tersebut, satu2nya hal yg berkecamuk di hati kecil gua adalah...apakah setelah dibedah Kelincinya bisa diobatin lagi? Gua lupa apa jawaban Mama gua waktu itu, tapi gua pikir karena dibius, pasti kelincinya ngga ngerasain sakit waktu dibedah. Selesai kita belajar, nanti Bu Guru akan jahit lagi perut kelincinya dengan rapi, supaya waktu dia bangun, dia ga ngerasain apa2. Kalo perlu, kita kasih kelincinya banyak vitamin supaya cepat sehat dan sembuh dari lukanya. Itu yg ada di otak gua selama bertahun2 kemudian.
Gua tumbuh dewasa dengan memendam suatu kepercayaan di hati gua bahwa jadi ahli biologi tidak sama dengan jadi pembunuh hewan. Meskipun kemudian seiring gua bertambah dewasa, gua tau bahwa hewan2 yg dibedah untuk percobaan itu sebagian besar tidak selamat.
Gua lumayan shock saat gua pertama kali masuk laboratorium biologi di sekolah gua dan melihat puluhan hewan beraneka ragam jenis terbujur kaku di dalam tabung berisi air keras. Gua mencoba positif thinking dan berpikir bahwa mungkin hewan2 tersebut memang asalnya udah mati atau sakit sehingga daripada mati sia2, pemiliknya menyumbangkan ke sekolah untuk dijadikan alat belajar bagi generasi muda penerus bangsa. Meskipun begitu, kalo bukan karena ada kelas, gua paling ga suka diem di deket laboratorium biologi yg di dalamnya terdapat banyak "mayat"
Anyway, begitu sampe rumah sepulang sekolah hari itu, gua langsung minta tolong Mama gua untuk suruh orang beliin dua ekor kodok ke pasar deket rumah, dan beberapa jam setelahnya, gua mendapati diri gua terkagum2 di samping sebuah ember merah berisi dua ekor kodok yg berenang ke sana ke mari dengan lincahnya.
Gua udah sering liat kodok...di TV maupun di sekitar kolam ikan di villa milik Kakek-Nenek gua. Bahkan papa gua sering ngajak gua pergi ke rumah makan Chinese Food untuk makan Swike alias daging katak. Tapi ini pertama kalinya gua melihat dua ekor kodok yg begitu berbeda. Kodok yg biasa gua liat badannya besar, gemuk, bersisik, berwarna coklat berbintik2 hitam, matanya kayak orang ngantuk, so ugly, dan tampaknya mereka benci manusia karena biasanya begitu mereka liat dateng, mereka langsung kabur. Ditambah lagi katanya, kencing kodok bisa bikin mata buta, makanya gua benci dan ga berani deket2 sama kodok.
Tapi kodok yg ada di dalam ember gua ini badannya agak ramping, berwarna hijau mulus, matanya kuning besar, dan mereka menatap gua penuh rasa ingin tahu tanpa rasa takut sedikitpun. Meskipun gua ga berani megang mereka, tapi gua juga ga takut lihat mereka, malah gua rasa mereka lucu banget.
Day 1
Sepulang sekolah gua ga bisa menahan rasa ingin tahu gua untuk melihat aktivitas kedua piaraan baru gua tersebut. Gua baru sadar kalo semenjak dibeli, kedua kodok ini belum pernah dikasih makan. Akhirnya gua dan pembantu gua pergi ke toko ikan deket rumah untuk beli "makanan kodok" Awalnya penjaga toko ikannya sempet bingung, garuk2 kepala karena untuk pertama kalinya ada yg pengen beli makanan kodok, tapi akhirnya kita dikasih makanan ikan yg berupa butiran2 kecil berwarna merah dan hijau. Awalnya gua agak ga yakin, tapi ternyata kedua kodok itu makan dengan lahap.
Day 2
Abis kasih makan, gua memberanikan diri untuk memegang kodok piaraan gua tersebut. Awalnya gua agak takut, tapi gua pikir kulit mereka bersih dari bisul dan mereka ga punya gigi, mestinya ga berbahaya. Dan ternyata kodoknya nurut aja waktu dipegang. Kulit mereka halus, berlendir, dan dingin. Gua taro di tangan, mereka juga nurut, ga berusaha kabur. Entah ide darimana, akhirnya gua kasih nama mereka berdua "Arifa" dan "Vanka"(bukan nama sebenarnya). Kedua nama itu sebenernya adalah nama dua orang temen sekolah gua yg lagi heboh digosipin dan dijodoh2in.
Day 3
Sepanjang jalan menuju sekolah, gua termenung melihat Arifa dan Vanka yg berenang2 dengan bahagianya di dalam akuarium kecil. Udah mulai ada sedikit ragu di hati gua, apakah nanti gua akan tega membedah mereka berdua? Mereka berdua ga salah apa2, kenapa harus mati atas nama ilmu pengetahuan di laboratorium?
Sampe di kelas, gua liat temen2 sekelas gua juga pada bawa kodok, tapi kodok mereka semua tuh jelek2. Gendut, coklat, kotor, ga ada lucu2nya dibandingkan Arifa dan Vanka. Semua tampak tenang2 saja, gua cuma sendiri yg watir sama keselamatan kodok punya gua. Sepanjang pelajaran hari itu gua ga bisa konsentrasi, pikiran gua hanya fokus di Arifa dan Vanka. Dalam hati gua muncul perasaan sayang dan juga iba. Sempat terpikir di otak gua untuk pakai kodok laen di praktikum, jangan pake Arifa dan Vanka, tapi sekarang udah ga ada waktu beli kodok laen. Gua harus gimana?
Waktu jam istirahat, sekitar dua jam sebelum praktikum, gua bertemu seorang temen dari kelas sebelah yg baru selesai praktikum. Jas laboratorium dia yg berwarna putih tampak ternodai bercak2 darah di mana. Dengan watir, gua bertanya ma dia, bagaimana praktikum hari itu dan kenapa bajunya bisa penuh darah seperti itu. Temen gua itu bilang bahwa setelah praktikum beres, murid2 mulai jadi psikopat dan mereka dengan biadabnya memutilasi kodok2 yg sudah meregang nyawa itu dengan pinset dan aneka alat tajam di dalam laboratorium.
Gua shock berat dengernya, tapi tak beberapa lama kemudian gua liat ada beberapa murid yg baru keluar dari laboratorium dan baju mereka juga semua penuh darah, malah ada satu orang murid yg di bahunya masih tercecer bagian tubuh kodok, entah jantungnya atau organ tubuh lain. EDAN! Gua mendadak mual dan pengen muntah ngebayangin kalo Arifa dan Vanka nantinya bakal diperlakukan seperti itu.
Gua langsung lari ke kelas dan tanpa pikir panjang, langsung gua sambar akuarium kecil berisi Arifa dan Vanka. Di sekolah gua ada sebuah biara tempat para calon biarawan-biarawati sekolah. Di sana ada sebuah kapel kecil dan di samping kapel ada sebuah taman yg lumayan luas. Gua bawa Arifa dan Vanka ke taman itu, menuju sebuah kolam kecil, dan gua lepasin mereka. Begitu keluar dari akuarium, mereka ga langsung kabur, tapi diem dan menatap gua. Mata mereka yg kuning besar berkedut2 memandang ke arah gua seolah mencoba mengatakan sesuatu.
Gua jongkok dan memandang mereka sambil tersenyum selama beberapa saat. Gua sadar bahwa itu mungkin terakhir kalinya gua melihat mereka, gua pun jadi mellow dan pengen mengucapkan sebuah kalimat perpisahan yg keren gitu...tapi sayangnya gua ga kepikiran kata2 yg keren atau gimana. Gua cuma bisa bilang gini ke mereka :
"Semoga kalian hidup bahagia sampai beranak cucu, jangan sampai ketangkep manusia!"
bisik gua kepada Arifa dan Vanka dan setelah itu gua pun lari meninggalkan mereka tanpa menoleh ke belakang sedikitpun...
Epilog :
Siang itu gua dimarahin guru biologi gua abis2an, tapi akhirnya ada seorang temen yg bawa kodok lebih dan dia kasih kodoknya buat gua. Sehabis praktikum, gua rapiin mayat kodok tak bernama yg tewas di tangan gua itu. Gua bungkus pake tissue dan kemudian gua kubur di belakang sanggar pramuka.
Beberapa bulan setelahnya, gua pernah mampir ke kolam tempat gua melepas Arifa dan Vanka. Gua ga liat mereka tapi gua liat di dalam kolam tersebut penuh dengan banyak kecebong yg berenang2 kesana kemari dengan lincahnya. Anak cucu mereka kah? Hanya Tuhan yg tahu. Tapi yg pasti, sejak hari praktikum itu, gua ga pernah lagi mau makan swike...
Moral :
1. Kalo beli hewan buat praktikum, jangan disayang2 dan dikasih nama...nanti akhirnya jadi ga tegaan deh...
2. Sehabis praktikum, mayat hewannya jangan dipake maenan. Kuburkan dengan semestinya, hewan juga makhluk hidup ciptaan Tuhan...
3. Kebaikan itu manis rasanya. Not everyone can be great, but we can always be kind...
May Arifa and Vanka live happily ever after ^^ |
Komentar
Posting Komentar